INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Kebijakan pemerintah tentang Asuransi Usaha Tani (AUT) sebagaimana semangat Undang-Undang No. 7 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang diterjemahkan secara teknis oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 40 Tahun 2015 tentang Fasilitas Asuransi Pertanian, patut di apresiasi, di dukung oleh semua pihak, karena peraturan tersebut melindungi dan memberikan jaminan bagi petani skala kecil ketika terkena musibah bencana alam, seperti banjir, kekeringan, wabah penyakit serta kondisi lainnya.
Ketua Pengurus Daerah Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) Kabupaten Indramayu, Wawan Sugiarto mengatakan, Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil beras nasional, tentunya karena memiliki lahan yang luas dan jumlah petani yang mendominasi dari jumlah total penduduknya.
Kepemilikan lahan sawah termasuk mayoritas petani skala kecil yang kepemilikanya rata2 0,4 Hektar atau setara dengan 300 Bata (1 bata =14 m2) tentunya ketika ada bencana alam yang menimpa pada sawahnya, petani tersebut tidak dapat melakukan usaha perlindungan secara mandiri, atau dengan kata lain gagal panen dan mengalami kerugian.
Menurutnya, pada musim Tanam ke II Tahun 2019 ini, di Kabupaten Indramayu mengalami gagal panen yang disebabkan oleh bencana kekeringan dampak dari pemanasan global, berdasarkan data mencapai 30% dari total area persawah yang ada (data dari Dinas Pertanian Jabar). Oleh karena itu penanganan asuransi pertanian harus benar benar di lakukan secara cermat dan faktual.
“Program Asuransi Usaha Pertanian, secara teknis petani membayar premi sebesar Rp. 36.000 per Hektar dan Pemerintah men Subsidi Rp. 144,000 per Hektar, akan mendapat ganti rugi sebesar Rp. 6.000.000, per Hektar, jika mengalami kerugian, setelah dilakukan pemantauan dan seleksi oleh tim khusus dari Pihak Jasindo selaku Badan Penyelenggara Asuransi Usaha Pertanian,” tuturnya dalam rilis yang diterima, Kamis(5/9/2019).
Ia menyatakan sikap bahwa bencana kekeringan selama ini, harus menjadi evaluasi dan pengalaman bersama bagi Dinas Pengembangan Sumber Daya Air di Kabupaten Indramayu, karena ada Waduk Jati Gede yang secara teknis dapat mengairi persawahan di Kabupaten Indramayu, ketika tidak ada hujan di saat musim tanam ke II dalam setiap tahunnya.
Mendesak, pihak Pemerintah Daerah dan Dinas terkait, harus memberikan rekomendasi kegagalan panen bagi petani karena bencana alam kekeringan yang ditujukan ke Pihak Jasindo Cirebon, agar petani mendapatkan hak ganti rugi nya.
“Pihak Jasindo Cirebon dan tim teknisnya harus bisa melihat dengan cermat dan rasional bahwa kegagalan panen di musim ini disebabkan oleh bencana alam kekeringan, sebagaimana dalam aturan petani wajib diberikan ganti rugi, atas premi yang mereka bayar dalam setiap musimnya,” terangnya.
Wawan meminta kepada pihak Jasindo Cirebon, agar dapat bekerja secara profesional dalam hal ini, jauhkan dari tindakan pungli, agar petani dapat menerima sesuai besaran hak nya.
Ia menambhakan, semua pihak, agar bisa memantau proses pengajuan klaim asuransi usaha tani ini, agar petani bisa mendapat haknya sebagaimana tertuang dalam aturan yang ada.
“Pernyataan sikap ini sebagai bentuk kepedulian terhadap petani yang terkena gagal panen yang disebabkan kekeringan baru – baru ini,” pungkas Wawan.