BANDUNG,(Fokuspantura.com),- Anggota Komisi 3 DPRD Jawa Barat, Syamsul Bachri, mengatakan, salah satu yang menghambat perekonomian Indonesia saat ini adalah lambatnya pembangunan infrastruktur. Hal ini ditandai dengan kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur atau prasarana, baik infrastruktur jaringan fisik seperti jalan dan bandara maupun infrastruktur non-fisik seperti pasokan listrik, kesejahteraan sosial dan kesehatan.
“Infrastruktur yang lemah, itu berarti perekonomian suatu bangsa berjalan tidak efisien,” katanya kepada Fokuspantura.com,Jum’at(14/2/2020).
Kondisi yang terjadi saat ini, dibenturkan oleh biaya logistik yang sangat tinggi, berujung pada perusahaan dan bisnis yang kekurangan daya saing. Belum lagi dengan munculnya ketidakadilan sosial, misalnya, sulit bagi sebagian penduduk untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan, atau susahnya anak-anak pergi ke sekolah karena perjalanannya terlalu susah atau mahal.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi makro seharusnya memiliki hubungan timbal balik, karena pembangunan infrastruktur menimbulkan ekspansi ekonomi melalui efek multiplier. Sementara ekspansi ekonomi menimbulkan kebutuhan untuk memperluas infrastruktur yang ada.
Ia menjelaskan, guna menyerap makin besarnya aliran barang dan orang yang beredar atau bersirkulasi di seluruh perekonomian. Dibutuhkan kondisi infrastruktur yang seimbang untuk menstabilkan ekonomi suatu daerah.
“Saat ini Jawa Barat sedang gencar menyiapkan perangkat infrastruktur, nanti apakah bisa dirasakan dua atau tiga tahun kedepan efek multipliernya,” kata Mantan Ketua Komisi 5 DPRD Jawa Barat ini.
Ia menambhakan, jika infrastrukturnya tidak dapat menyerap peningkatan kegiatan ekonomi, maka akan terjadi masalah mirip dengan arteri yang tersumbat dalam tubuh manusia, yang menyebabkan kondisi bahaya dan mengancam kehidupan karena darahnya tidak bisa mengalir.
Ini menjelaskan situasi paradoks bahwa buah yang diproduksi di dalam negeri bisa saja lebih mahal dibandingkan dengan buah yang diimpor dari luar negeri. B
Beberapa tahun yang lalu konsumen di Jakarta sering mengeluh karena jeruk impor dari China lebih murah di supermarket-supermarket di Jakarta dibandingkan dengan jeruk buatan Indonesia sendiri.Selanjutnya, biaya logistik yang tinggi di Indonesia bisa menyebabkan perbedaan harga yang substansial di antara provinsi-provinsi di nusantara. Misalnya, beras atau semen jauh lebih mahal di Indonesia bagian timur daripada di pulau Jawa atau Sumatra karena biaya tambahan yang timbul dari titik produksi ke end user.
“Dengan kata lain, jaringan perdagangan yang lemah di Indonesia, baik antar-pulau dan intra-pulau, menyebabkan tekanan inflasi berat pada produk yang diproduksi dalam negeri,” tuturnya.
Pemprov Jabar, dalam perencanaan dan pencanangan pembangunan infrastruktur harus membaca kondisi dimasing – masing daerah, guna menganalisa dampak dari sebuah pembangunan infrastruktur yang menjadi pendukung laju pertumbuhan ekonomi kedepan.
Terkait