JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Carut marut kebijakan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, telah berimplikasi pada kegaduhan dan konflik masyarakat khususnya nelayan diseluruh Indonesia. Hal itu telah mendorong Presiden Jokowi untuk mengambil langkah-langkah strategis melalui Rakor dengan seluruh pelaku perikanan dan kelautan seluruh Indonesia di Jakarta kemarin.
Anggota Komisi IV DPR/MPR RI, Ono Surono mengatakan, masa relaksasi penerapan Permen nomor 71/2016 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan berdasar pada surat edaran Sekretaris Jendral KKP tentang pendampingan pergantian alat tangkap yang tidak ramah lingkungan ternyata masih mempunyai kekurangan di hampir semua aspek.
“Diantaranya meliputi tidak siapnya SDM nelayan, pendampingan permodalan yang tidak berjalan, penyediaan dan distribusi bantuan alat tangkap yang kurang dan tidak sesuai keinginan nelayan, perizinan yang masih sulit dan penangkapan dan proses hukumpun masih dilakukan oleh aparat penegak hukum dilaut terutama Polisi Air, seperti di Bangka Belitung, Pangkal Pinang, Meulaboh, Medan dan wilayah lain.”ungkap Politisi PDI Perjuangan dari Dapil Indramayu – Cirebon ini, Kamis(4/5/2017).
Padahal, kata Ono, waktu relaksasi itu hanya tersisa 2 bulan kurang. Waktu yang sangat tidak mungkin membereskan 38.000 unit kapal yang menggunakan alat tangkap pukat tarik dan hela di seluruh Indonesia. Sehingga berdampak pada gejolak dan protes dari nelayan diseluruh Indonesia terutama wilayah pantai utara (pantura) jawa.
“Ternyata persoalan ini telah direspon oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dengan memanggil Susi Pudjiastuti, Hari Rabu, 3 Mei 2017 kemarin dan hasilnya adalah Pemerintah menunda pelaksanaan permen 71/2016 sampai Desember 2017.”terang Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara ini.
Ia mengaku, telah berkomunikasi langsung dengan Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki, ihwal membenarkan bahwa penundaan itu berlaku untuk semua daerah dan bukan terbatas hanya wilayah Jawa Tengah saja.
“Pernyataan Teten ini sungguh telah mengakomodir aspirasi nelayan di seluruh Indonesia mengingat hampir seluruh daerah di Indonesia masih menggunakan pukat hela dan tarik dan fakta distribusi bantuan yang baru mencapai 7 persen saja.”imbuh Ketua Umum Induk Koperasi Perikanan Indonesia ini.
Menurutnya, dengan keterbatasan SDM, permodalan dan penyediaan/distribusi alat tangkap pengganti, harusnya pemerintah menyediakan waktu yang lebih panjang paling tidak sampai 3 tahun ke depan atau sampai 31 Desember 2019. Sehingga dapat dipastikan pemerintah dan nelayan benar-benar siap baik dari sisi anggaran, pelatihan alat tangkap pengganti dan penyusunan/pelaksanaan skem pinjaman khusus oleh perbankan.
“Semoga niat baik Presiden Republik Indonesia dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia : Dari Sumpah Palapa menuju Nawacita bukan sekedar doktrin pasif, tetapi benar-benar diwujudkan melalui pembangunan perikanan Indonesia tanpa terintervensi oleh Lembaga-Lembaga Dunia apalagi NGO-NGO Lingkungan yang tidak mau melihat kondisi nelayan Indonesia yang mayoritas kecil dan miskin.” Pungkas Mantan Ketua KPL Mina Sumitra Indramayu ini.
Sementara itu, Ketua HSNI Indramayu, Dedy Aryanto menyambut baik langkah dan kebijakan yang telah diputuskan pemerintah pusat atas hasil Rakor Menko Kemaritiman RI bersama pelaku perikanan dan kelautan kemarin di Jakarta, pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada seluruh nelayan atas kebijakan baru tentang penundaan Permen 71/2016 tersebut.