BANDUNG,(Fokuspantura.com),- Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung, dijadwalkan akan menggelar sidang perdana kasus suap Bupati Indramayu Nonaktif, Supendi dengan terdakwa, kontraktor Carsa ES, Senin(30/12/2019).
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas kasus suap Bupati Indramayu Nonaktif Supendi, dengan tersangka Carsa ES ke Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (19/12/2019) lalu dan sudah teregister dengan nomor perkara 87/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Bdg.
“Hari ini saya menghadiri sidang perdana kasus suap Bupati Indramayu Nonaktif Supendi dengan terdakwa klien kami, Carsa ES,” kata Kuasa Hukum Carsa ES, Khalimi kepada Fokuspantura.com, Senin(30/12/2019).
Agenda sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan untuk terdakwa Carsa ES oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung yang sebelumnya sudah diterima oleh tim kuasa hukum.
Menurutnya, dalam pembacaan dakwaan nanti, akan semakin jelas, posisi kliennya sebagai apa dan bertindak untuk apa atas kasus yang sedang digarap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan empat orang tersangka.
Disinggung, kenapa sidang untuk terdakwa suap jauh lebih cepat dari tiga tersangka lain penerima suap dalam pengaturan proyek Pemkab Indramayu, pihaknya tidak bisa memberikan penjelasan secara konkret, mengingat hal itu merupakan wilayah penyidik dan pengadilan.
“Nanti publik bisa menilai posisi klien saya dalam sidang perdana hari ini,” terangnya.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan suap terkait dengan pengaturan proyek di lingkungan Pemkab Indramayu, KPK menetapkan empat tersangka, yakni tiga orang sebagai penerima masing-masing Supendi, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu OMS, dan Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu,WT dan seorang lagi sebagai pemberi, yakni CRS dari pihak swasta.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan pemberian yang dilakukan CRS kepada SP dan pejabat Dinas PUPR diduga merupakan bagian dari komitmen fee 5 sampai 7 persen dari nilai proyek.
“SP diduga menerima total Rp200 juta, yaitu pada bulan Mei 2019 sejumlah Rp100 juta yang digunakan untuk THR, 14 Oktober 2019 sejumlah Rp100 juta yang digunakan untuk pembayaran dalang acara wayang kulit, dan pembayaran gadai sawah,” kata Basaria.
Kedua, Kadis PUPR, OMS diduga menerima uang total Rp350 juta dan sepeda dengan perincian dua kali pada bulan Juli 2019 sejumlah Rp150 juta, dua kali pada bulan September 2019 sejumlah Rp200 juta, dan sepeda merek NEO dengan harga sekitar Rp20 juta.
“WT diduga menerima Rp560 juta selama lima kali pada Agustus dan Oktober 2019,” ujar Basaria lagi.
Ia menyatakan uang yang diterima OMS dan WT diduga juga diperuntukkan kepentingan SP, pengurusan pengamanan proyek, dan kepentingan sendiri.
Sebagai penerima, SP, OMS dan WT disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, CRS disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.