TERLALU dini memang untuk menyatakan bahwa pasangan Bupati, wakil Bupati Indramayu; Lucky Hakim-Saefuddin untuk menjadi pemenang Pilkada di Indramayu tahun 2024, pasangan ini meraih sekitar 68, 24%.
Tetapi berdasarkan hitung cepat—yang biasanya tidak meleset prediksinya—telah mentasbihkan bahwa pasangan Lucky Hakim-Saefuddin menjadi jawara pada kontestasi Pilkada di Indramayu 2024 ini.
Faktor Preferensi Pemilih
Analisis hasil Pilkada Indramayu yang menunjukkan kemenangan pasangan Lucky Hakim-Saefuddin (02) dengan dukungan partai kecil, dibandingkan pasangan lain yang didukung partai besar, menuntut penggalian mendalam terkait faktor-faktor dominan yang memengaruhi preferensi pemilih. Berikut beberapa poin analisis:
Pertama, Faktor Figur: Popularitas dan Persepsi “Terzalimi”. Popularitas Lucky Hakim; Sebagai publik figur nasional yang sudah dikenal luas melalui kariernya di dunia hiburan dan politik, Lucky Hakim memiliki daya tarik emosional yang kuat, terutama di kalangan pemilih yang lebih muda dan kelas menengah. Popularitas ini memberi pasangan 02 keunggulan awal dalam menggaet simpati publik.
Kedua,, Narasi “terzalimi”. Keputusan Lucky Hakim mundur sebagai Wakil Bupati Indramayu sebelumnya sering dikaitkan dengan ketidakharmonisan dengan Nina Agustina, yang bisa dianggap simbol perlawanan terhadap “arogansi” kekuasaan. Narasi ini mungkin berhasil menciptakan simpati dari masyarakat yang merasa bahwa Lucky Hakim adalah korban ketidakadilan, sekaligus mempertegas posisi dirinya sebagai tokoh perubahan.
Peran Mesin Politik; Bukan Jaminan?
Meski didukung partai kecil, efektivitas mesin politik pasangan 02 tampaknya luar biasa. Hal ini mungkin disebabkan bebrapa hal;
Pertama, Strategi mikro-targeting: Mesin politik mereka mungkin fokus pada pendekatan langsung ke komunitas kecil, seperti kelompok tani, pedagang, dan masyarakat pinggiran.
Kedua, Peran Saefuddin sebagai Figur Lokal. Rekam jejak politik local; Sebagai mantan Ketua DPD Partai Golkar dan Ketua DPRD Indramayu, Saefuddin memiliki hubungan akar rumput yang kuat. Pengalaman di pemerintahan daerah dan reputasinya sebagai pemimpin tanpa sekat formalistik membuatnya dipercaya sebagai representasi rakyat biasa.
Ketiga, Keseimbangan figur: Kehadiran Saefuddin melengkapi profil Lucky Hakim sebagai figur nasional. Keseimbangan antara popularitas Lucky dan jaringan lokal Saefuddin menciptakan kombinasi yang efektif dalam meraih suara di tingkat lokal.
Keempat, Dukungan dari partai besar untuk pasangan lain, seperti PDIP untuk Nina Agustina, bisa saja kurang optimal karena fragmentasi dukungan internal atau pengabaian strategi berbasis lokal.
Kritik terhadap Gaya Kepemimpinan Nina Agustina
Ada persepsi di kalangan Masyarakat yang menilai bahwa gaya kepemimpinan Nina Agustina selama memimpin Indramayu, kurang tepat. Ada beberapa alasan yang mendasari itu, misalnya;
Pertama,, Persepsi Arogansi: Gaya kepemimpinan Nina Agustina yang dinilai otoriter oleh sebagian masyarakat bisa menjadi faktor krusial. Keputusan-keputusan yang dirasakan “jauh dari rakyat” dapat menimbulkan ketidakpuasan, terutama di daerah-daerah yang merasa kurang terakomodasi selama kepemimpinannya, termasuk penempatan aparatur yang tidak memperhatikan kompetensi—the right man on the right job—di beberapa instansi, beberapa dinas/instansi yang kosong dan diisi hanya berputar pada orang-orang tertentu saja.
Kedua,, Masalah Legitimasi Kebijakan: Jika selama kepemimpinannya ada kebijakan yang dianggap tidak populer, seperti proyek besar tanpa konsultasi publik, hal ini dapat menggerus basis dukungan.
Ketiga,, Konteks Sosial dan Dinamika Lokal. Ketidakpuasan terhadap Status Quo: Masyarakat cenderung mencari perubahan bila mereka merasa kondisi pemerintahan saat ini tidak memuaskan. Dalam hal ini, Lucky Hakim dan Saefuddin mungkin dianggap representasi alternatif dari status quo pemerintahan Nina Agustina.
Keempat, Krisis Kepercayaan terhadap Partai Besar: Tingginya angka golput atau apatisme terhadap politik partai besar dapat menjadi alasan mengapa partai kecil justru mendapatkan momentum melalui figur yang menarik.
Kelima,, Pengaruh Sentimen Anti-Incumbent. Kekecewaan terhadap petahana: Biasanya, sentimen anti-incumbent muncul akibat kebijakan yang dianggap gagal atau tidak pro-rakyat. Dalam kasus ini, jika Nina Agustina dinilai tidak responsif atau kurang dekat dengan rakyat, hal tersebut memperkuat aspirasi untuk perubahan.
Ditambah lagi dengan keinginan untuk gaya kepemimpinan berbeda; Dengan adanya persepsi “arogansi” petahana, masyarakat mungkin melihat pasangan Lucky Hakim-Saefuddin sebagai alternatif yang menawarkan pendekatan yang lebih akomodatif.
Selamat datang pemimpin baru Indramayu; Lucky Hakim-Saefuddin, semoga Indramayu akan lebih baik lagi performanya dan mampu berdaya saing disandingkan dengan daerah-daerah lain di wilayah Jawa Barat.
Jangan menghianati keinginan rakyat. Rakyat sudah menentukan pilihan, memimpinlah dengan cinta, rakyat akan mencintaimu dan Allah Ridha kepadamu.
*)Penulis adalah Rektor Institut Studi Agama Islam Al-Amin Indramayu dan dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Kandanghaur Indramayu