INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Ratusan warga sekitar penyangga lahan PG Rajawali II Jatitujuh, Majalengka, memberikan dukungan pada persidangan gugatan class action di Pengadilan Negeri Indramayu, Senin(22/1/2018). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi-saksi pemohon.
Kordinator Aksi, Taryadi mengungkapkan, dukungan warga sekitar lahan penyangga PG Rajawali di wilayah Kabupaten Indramayu ini sebagai bentuk kedulian atas ketidak adilan yang selama ini dilakukan oleh BUMN, pasalnya selama ini warga menuntut ganti rugi lahan selama 40 tahun belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat penyangga.
“Sidang kali ini, mendengarkan keterangan saksi-saksi, kami mendukung keikut sertaan saksi dari Desa Amis, Loyang dan Jambak pada sidang yang kesekian kalinya,”tutur Ketua F-Kamis ini.
Menurutnya, pada keterangan saksi –saksi kali ini, agar majelis hakim dapat mendengarkan jika kesaksiannya menyangkut latar belakang pengalihan lahan hutan kepada PG Rajawali pada masa itu. Dalam pemaparan secara umum, tiga saksi menyampaiakn bahwa dahulu sebelum lahan tebu ada, kondisinya masih berbentuk lahan hutan dengan sisitem tumpang sari sebagai lahan garapan. Bahkan dalam kesaksian warga tersebut, sekitar 30 persen terdapat lahan pemukiman dan dijadikan sebagai garapan masyarakat
“Statusnya tanah hutan tapi diberikan untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk menjaga dan menekan angka kebakaran,”terangnya.
Pada gugatan ini, masyarakat menggugat secara langsung dan beberapa warga juga mendukung jika perjuangan kali ini akan menuai hasil yang maksimal.
Ia menambahkan, fungsi lahan pengganti yang hingga kini belum diberikan kepada warga penyangga sekitar 6 ribu hektar agar dapat dimanfaatkan secepatnya.
Ditegaskannya, gugatan seperti ini telah berjalan selama empat tahun, namun belum ada titik temu dan selanjutnya masyarakat turun kelapangan untuk menggarap lahan akibat ketidak pastian hukum yang diputuskan.
Dikatakannya, dari 2.600 hektar lahan hasil pengukuran kemarin, belum separohnya lahan yang menjadi kewajiban BUMN untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dari gugatan sekitar 6 ribu hektar yang dipermasalahkan, walaupun kadang masyarakat dilapangan disudutkan, dimana masyarakat dianggap telah menggarap tanah negara tanpa izin.
Pihaknya bersama warga penyangga berupaya untuk menyelamatkan aset dan tanah negara yang diduga akan dihilangkan oleh pihak BUMN.
Kuasa Hukum Pemohon, Caripan mengungkapkan dalan gugatan kali ini warga menghendaki agar lahan pengganti segera direalisasikan oleh pihak PG Rajawali, diaman hak pengelola menjadi kewajiban masyarakat penyangga. Akan tetapi kewajiban PG untuk menyediakan lahan pengganti hingga saat ini selama 40 tahun belum dirasakan oleh warga.
“Lahan pengganti ini tidak boleh lebih dari 30 persen, sementara lahan di Indramayu yang terbesar, maka warga secara perseorangan menuntut atas lahan pengganti,”tuturnya.
Disinggung, beberapa kali gugatan class action gagal hingga ke Mahkamah Agung, tidak menyurutkan semangat para pejuang agraria di Kabupaten Indramayu, pasalnya gugatan yang pertama perbedaanya ditingkat tuntutan menyangkut ganti rugi, sementara tututan class action kali ini sebagai bentuk perbaikan dari gugatan sebelumnya.
“Keputusan yang diputuskan terdahulu tidak boleh berbeda dengan yang saat ini diputuskan
Ia optimis, tahapan yang dijalani saat ini gugatan prinsipal dibawah naungan F-Kamis akan dimenangkan.
“Gugatan sebelumnya saja dikabulkan sekalipun redaksinya harus diperbaiki, apalagi sekarang putusan sebelumnya sudah bisa dibaca,”tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT PG Rajawali II Ruddy Listiono, mengatakan pada tahun 2014 sekelompok masyarakat yang tinggal di sekitar HGU PG Jatitujuh yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, menggugat lahan HGU seluas 6.200 ha agar dikembalikan kepada peruntukan awal sebagai hutan.
“Mereka mengatakan HGU PG Jatitujuh yang dimiliki PT PG Rajawali II cacat hukum,” ungkapnya.Selasa(25/9/2017) di kantornya.
Ia memaparkan, pada tingkatan Pengadilan Negeri (PN) Indramayu dan tingkat banding, gugatan tersebut dikabulkan sebagian (sesuai putusan Pengadilan Negeri Indramayu No. 32/Pdt.G/PN/Imy tanggal 19 Mei 2015 dan dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 311/Pdt.G/2015/PT.BDG tanggal 18 September 2015). Namun, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI, gugatan kelompok masyarakat tersebut diputuskan tidak dapat diterima (sesuai putusan Mahkamah Agung RI No.200/K/Pdt/2016 tanggal 20 Juni 2016), yang bunyi amar putusan lengkapnya mengadili, mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Direktur Utama PT PG Rajawali II Cirebon tersebut, membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 311/PDT/2015/PT BDG, tanggal 18 September 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Indramayu Nomor: 32/Pdt.G/2014/PN. Idm tanggal 19 Mei 2015;
“Mengadili sendiri dalam Provisi menolak tuntutan provisi Penggugat, dalam Eksepsi, menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, dan Turut Tergugat II, untuk seluruhnya dan dalam pokok perkara menyatakan gugatan Class Action para penggugat tidak dapat diterima,”tuturnya menirukan petikan putusan hakim.
Lebih lanjut dalam amar putusa itu, menghukum Para Termohon Kasasi/Para Penggugat/Para Terbanding untuk membayar perkara dalam semua tingkat Peradilan yang dalam tingkat Kasasi ini ditetapkan sebaesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Terkait keluarnya putusan tersebut, Mantan Hakim Agung Republik Indonesia Djoko Sarwoko mengatakan bahwa putusan MA bersifat final. Ia berpendapat, dengan keluarnya putusan kasasi ini, seluruh putusan dari Pengadilan Tinggi Bandung dan Putusan Pengadilan Indramayu dalam gugatan Class Action dibatalkan oleh Mahkamah Agung RI.
Djoko menjelaskan, akibat hukum dari putusan kasasi tersebut adalah menetapkan secara hukum hak-hak keperdataan atas kepemilikan lahan HGU PG Jatitujuh tetap dimiliki secara sah oleh PT PG Rajawali II, serta tidak ada status quo atas pemilikan lahan HGU PG Jatitujuh.
Kondisi Di Lapangan
Namun, kondisi dilapangan jauh berbeda. Menurut keterangan Ruddy pendudukan lahan HGU PG Jatitujuh yang berlokasi di Kabupaten Indramayu sampai saat ini masih berlangsung.
“Kami sangat menyesalkan aksi pendudukan oleh sekelompok massa yang diduga oknum anggota LSM masih berlangsung. Pasalnya, kondisi tersebut sangat merugikan dan mengganggu aktivitas produksi pabrik,” ungkapnya.
Bahkan berdasarkan perkembangan terakhir, karena tidak puas dengan putusan pengadilan sekelompok massa kembali mengajukan gugatan atas sertifikat 2 HGU PG Jatitujuh yang terletak di Kabupaten Indramayu.
“Gugatan ini masih sedang dalam proses pemeriksaan oleh Pengadilan Indramayu. Kami berharap semua pihak dapat menghargai proses hukum yang sedang berjalan dan menghindari aksi-aksi pengrusakan serta pengambilalihan lahan HGU yang saat ini statusnya secara hukum sah dimiliki PT PG Rajawali II,” ujarnya.
Sebagai pemilik sah, Ruddy memastikan PT PG Rajawali II melalui unit PG Jatitujuh akan mengelola lahan sesuai dengan peruntukannya sebagai perkebunan tebu, mengingat saat ini perkebunan tebu di tanah Air Semakin menyusut luasnya.
“Kami akan pertahankan kalau perlu dikembangkan guna mendukung program swasembada gula nasional yang tengah digenjot Pemerintah,” katanya.
Ruddy menghimbau, agar masyarakat di sekitar HGU tidak termakan informasi menyesatkan seputar status hukum kepemilikan lahan HGU PG Jatitujuh yang dihembuskan oleh segelintir oknum masyarakat yang mengatasnamakan LSM.
“Penyesatan informasi tersebut menjadi pemicu yang mendorong oknum masyarakat melakukan penyerobotan lahan hingga menimbulkan indikasi transaksi jual beli lahan HGU PG Jatitujuh. Padahal saat ini status lahan tersebut merupakan aset milik negara,” kata Ruddy.
Terhadap upaya penyerobotan lahan perkebunan dan perusakan tanaman tebu yang kerap terjadi, Ruddy mengatakan, manajemen tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas secara hukum dengan melaporkan para pelaku kepada pihak yang berwajib. “Kami berharap agar aparat penegak hukum tidak ragu-ragu mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, karena yang mereka ganggu adalah aset negara yang tengah dikelola untuk memenuhi kebutuhan gula nasional,” ujarnya.
Wakil Ketua F-Kamis, Edi Sugianto mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Guber Jawa Barat, Ketua DPRD Indramayu dan Kapolda Jabar perihal penghentian aktifitas dan status tanah yang selama ini masih dikelola oleh PG Rajawali II, pasalnya keberadaan lahan HGU 2 di Kabupaten Indramayu tidak bermanfaat bagi kepentingan masyarakat sekitar lahan baik secara ekonomi, ekologi maupun lingkungan hidup.
“PG Rajawali II dan lahan Perkebunan Tebu Jatitujuh melanggar UU nomor 5 tahun 1980 pasal 34 jo Permenhut nomor 38 tahun 2012, karena belum menyediakan lahan pengganti sebelum melakukan pola tanam tebu di wilayah Kabupaten Indramayu,”ungkapnya.
Dikarenakan, belum adanya lahan pengganti dari pihak PT.RNI PG Rajawali II, maka ia menganggap sertifikat HGU nomor 2 tahun 2004 pemegang PT RNI menjadi cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum tetap serta status lahan quo harus dikembalikan menjadi kawasan hutan semula.
“Alasan yang mendasar penguasaan lahan yang masih bersengketa sekarang dalam proses gugatan kembali di PN Indramayu pada 15 maret 2017 kemarin dan dalam proses peraidangan,”ungkapnya.
Seperti diketahui, PT PG Rajawali II yang beralamat di Jalan Dr. Wahidin S No.46 Cirebon adalah anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dengan kepemilikan sahamnya 99,9%. Sedangkan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) (RNI) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang 100% sahamnya dimiliki Pemerintah Republik Indonesia. PT RNI bergerak dibidang Agro Industri yaitu Tebu, CPO, Teh dan Karet, serta Farmasi dan Alat Kesehatan, Distribusi dan Perdagangan, dan Properti.
Bisnis utama PT PG Rajawali II adalah Produksi Gula dengan unit usaha PG Jatitujuh (HGU), PG subang (HGU), PG Tersana Baru (Tebu Rakyat), PG Sindanglaut (Tebu Rakyat) dan PSA Palimanan yang memproduksi Ethanol dan Spiritus. Dalam rangka pengembangan usaha terdapat terdapat juga unit divesifikasi produk yaitu Apotik Raja Farma, Pusitagro dan PT IBP sebagai produsen kanvas Rem.