EdukasiPR Mendikbud Nadiem, Lama Sekolah Indonesia 8,5 Tahun

PR Mendikbud Nadiem, Lama Sekolah Indonesia 8,5 Tahun

JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyari mengungkapkan untuk menciptakan kemerdekaan belajar tidak cukup dengan pidato, namun Menteri Nadiem harus melakukan langkah-langkah nyata.

Momentum Hari Guru Nasional (HGN) dijadikan catatan serius pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI agar memberikan akses lebih luas kepada anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk bisa mengakses pendidikan ke jenjang SMP dan SMA/SMK, mengingat lama belajar di Indonesia antara 8.5 tahun atau tidak lulus SMP, karena lulus SMP harus 9 tahun.

“RPJMN 2020-2025 menargetkan lama seorang anak bersekolah adalah 9,1 tahun. Target ini bisa tercapai jika jumlah sekolah negeri di jenjang SMP dan SMA/SMK di tambah,” kata Retno dalam rilis yang diterima Fokuspantura.com, Senin(25/11/2019).

Jumlah sekolah dari jenjang SD sampai Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia mencapai 307.655 sekolah pada tahun ajaran 2017/2018. Jumlah tersebut, berdasarkan data pokok pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta, .

Menurutnya, jumlah sekolah tingkat SD merupakan yang paling banyak, yakni mencapai 148.244 sekolah, kemudian untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat 38.960. Adapun untuk tingkat SLTA sebanyak 27.205 sekolah, terdiri atas SMA 13.495 dan SMK 13.710.

“Angka-angka tersebut menjadi bukti bahwa jumlah sekolah dijenjang yang lebih tinggi sangat minim, sehingga wajar jika lamanya seorang anak belajar di sekolah kurang dari 9 tahun, bahkan tidak sampai lulus SMP,” tandas Retno.

KPAI juga menyampaikan rekomendasi dan usulann terkait pelatihan guru untuk lebih ditingkatkan, pasalnya untuk menciptakan “kemerdekaan belajar”, maka diperlukan para guru yang juga memiliki kemerdekaan mengajar, para guru yang tidak dibelenggu kurikulum dan kewajiban administrasi mengajar. Padahal, hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 25 tahun terakhir, tidak ada perubahan cara mengajar para guru dalam proses pembelajarannya di ruang-ruang kelas.

Untuk itu, maka diperlukan iklim sekolah yang mendukung dan peningkatan kapasitas guru melalui berbagai pelatihan. Pelatihan harus tidak melulu soal metode, namun mindset guru untuk memerdekakan pembelajarannya. Diantaranya pelatihan tentang Konvensi Hak Anak (KHA), demi mewujudkan sekol;ah ramah anak (SRA). Ini jelas perjuangan yang tidak mudah. Namun, kalau ini berhasil maka kualitas pendidikan bisa di raih.

“Kalau guru berkualitas, maka siswanya pasti berkualitas. Jika guru dan siswanya berkualitas, pasti sekolahnya berkualitas. Kalau sekolah-sekolah berkualitas di suatu daerah, maka pendidikan di daerah tersebut pastilah berkualitas. Jadi intinya perubahan pendidikan harus dimulai dari guru.” Pungkas Retno.

ads

Baca Juga
Related

Ilusi Swasembada Beras Mentan Amran

                   ...

Pengacara Khalimi dan Sederetan Capaian Prestasi Membanggakan 

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Profesi Advokat atau Pengacara belakangan menjadi buah bibir...

Wabup Lucky Hakim Sambangi Warga Kertajaya Bongas

INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),-  Wakil Bupati Indramayu, Lucky Hakim menyambangi warga Desa...

PWI Minta Kapolri Usut Tindakan Kekerasan Kemerdekaan Pers

JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal.S...
- Advertisement -

FokusUpdate

Popular

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu