INDRAMAYU, (Fokuspantura.com),- Pasca terbongkarnya pelaku judi online, dimana para pelakunya adalah pegawai di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, permainan judi yang diselenggarakan melalui teknologi elektronik telah menarik perhatian publik, baik di kalangan masyarakat, akademisi, politisi, maupun di lingkungan tokoh agama.
Secara tegas Presiden Prabowo melalui Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Listyo Sigit, memerintahkan jajarannya untuk memberantas para pelaku judi online secara serius dan tanpa kompromi.
Atas perintah tersebut, jajaran aparat penegak hukum Kabupaten Indramayu menindak lanjuti secara serius. Dan untuk pertama kalinya Pengadilan Negeri (PN) Indramayu menggelar sidang perdana Judi Online dengan nomor perkara 357/Pid.Sus/2024 dengan terdakwa bernama R.A, dan saat ini sudah memasuki tahap pembuktian. Selasa, tanggal 17 Desember 2024
Sidang di PN Indramayu tersebut, dipimpin oleh Majelis Hakim, dengan komposisi yaitu, Wimmi D. Simarmata, S.H.M M.H. selaku Ketua Majelis, Agus Eman, S.H., dan Yanuarni Abdul Gaffar, S.H. dan yang bertindak selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rafi Ahmad Subagdja, S.H.
Sementara itu terdakwa didampingi oleh, Adi Iwan Mulyawan, S.H., Nurul Fitriani, S.H., Muhamad Zaki Mubarok, S.H., M.H., Saidah Nafisah, S.H.I., M.H., dan Nurudin, S.H.
Selain saksi pakta yang dihadirkan pada persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan Ahli Informasi dan Transaksi Elektronik, Sdr. Irawan Afriyanto, S.T., M.T dari Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung dan ahli pidana Dr. Dudung Indra Ariska, S.H., M.H, Dosen Universitas Wiralodra (Unwir) Indramayu.
Menjawab pertanyaan JPU terkait jenis delik perjudian online sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Dudung menjelaskan bahwa permainan perjudian dalam ketentuan tersebut termasuk delik pormil yang titik beratnya pada perbuatan dan tidak memerlukan akibat sebagaimana jenis delik meteril yang titik beratnya pada akibat.
Lebih lanjut, Dudung menjelaskan setiap subyek hukum yang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana diatur Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dinilai deliknya telah terlaksana secara sempurna dan memiliki ancaman pidana (voltooid).
“Sesuai UU ITE deliknya terlaksana secara sempurna dan bisa dipidanakan,” ujar Dudung.
Kemudian, menjawab pertanyaan penasihat hukum pada perkara a quo yang mempertanyakan tentang penggunaan Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan tidak menggunakan Pasal 303 KUHP dan/atau Pasal 303 bis KUHP, Dudung menjelaskan bahwa Pasal 303 KUHP mengatur tentang Perbuatan dan Sanksi Pidana berkaitan dengan penyelenggaraan perjudian, bandar judi dan orang-orang yang turut membantunya dalam menggelar perjudian. Pasal 303 bis KUHP mengatur tindak pidana perjudian secara umum yang mencakup segala bentuk perjudian, tanpa memandang apakah perjudian itu dilakukan melalui media elektronik atau dilakukan secara konvensional, dan pasal ini mengatur sanksi terhadap orang yang mengadakan atau melakukan perjudian baik sebagai pemain, maupun penyelenggara.
Namun apabila jenis perjudian yang dimaksud dalam Pasal 303 Ayat (3) KUHP jo. 303 bis KUHP diselenggarakan melalui media elektronik maka sesuai dengan asas hukum lex specialist derogat legi generali yang memiliki arti hukum khusus mengesampingkan hukum umum.
“Asas tersebut, secara kaidah diatur dalam Pasal 63 Ayat (2) menegaskan, apabila suatu perbuatan diatur dalam ketentuan pidana umum, juga diatur dalam ketentuan pidana khusus maka yang diterapkan adalah ketentuan pidana khusus,” kata Dosen Unwir tersebut. (Red/FP).