INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Publik tercengan dengan budaya dan tradisi masyarakat petani diwilayah Kecamatan Cikedung dan Lelea disaat musim tanam tiba, dimana pengelolaan sumber air yang diperoleh petani wilayah tersebut dari irigasi rentang melalui pintu air Jatok BT 14 wilayah UPTD Pengairan Kecamatan Cikedung diduga dikomersilkan. Bahkan Keberadaan pintu air tersebut terindikasi dijadikan ajang bisnis bahkan jual beli air untuk mencukupi kebutuhan pasokan air petani wilayah kedua Kecamatan tersebut.
Pantauan Fokuspantura.com dilapangan, indikasi adanya upaya jual beli air di pintu BT 14 Cikedung terungkap saat awak media bersama Danramil Losarang, Babinsa dan Kuwu Ranjeng memaksa membuka pintu dimana pada waktu yang bersamaan saat itu giliran giring air untuk wilayah Losarang, namun tiba – tiba, debit air berkurang dan ternyata setelah ditelusuri kondisi pintu BT 14 Jatok dalam posisi tertahan, dua pintu air tengah tertutup, sementara dua pintu samping mengalir limpas sehingga dapat mengurangi debit air yang digelontorkan dengan jarak puluhan kilo meter.
Sontak malam itu, rombongan yang dipimpin Danramil Losarang beradu argumentasi dan pihak penunggu pintu air Jatok bersih keras untuk tidak membuka pintu air dengan alasan wilayah lahan Kecamatan Cikedung khususnya dan Tempel Lelea membutuhkan air dan kekeringan lahan, padahal saat itu air digelontorkan dari Bendung Rentang melalui Saluran Induk Cipelang diprioritaskan khusus penanganan kekeringan diwilayah empat Kecamatan yakni Losarang, Kandanghaur, Terisi dan Gabuswetan, namun faktanya dalam perjalanan air tersebut syarat dipermainkan oleh oknum mafia air yang dengan sengaja memanfaatkan memon kekeringan lahan sebagai strategi agar pasokan dari Bendung Rentang terus di supplai.
Penggalian informasi kebenaran adanga praktek mafia air dan upaya jual beli air tak berhenti sampai disitu, awak Fokuspantura mencoba masuk menelisik ke wilayah Kecamatan Lelea tepatnya di Desa Tempel Kulon, Kecamatah Lelea, sempat bincang – bincang dengan petani diwilayah tersebut mengaku jika sebelumnya telah terjadi kesepakatan dengan oknun Mitra Cai dalam rangka sukses musim tanam gadu 2018 hinga panen petani diwajibkan untuk membayar 2 kwintal gabah per hektar.
“Jika panen sukses dan kondisi air terpenuhi maka petani wajib bayar 2 kwintal,”tutur sumber yang dirahasiakan.
Pengakuan yang sama dilontarkan petani asal Desa Mundakjaya, Kecamatan Cikedung yang mengaku jika nanti sukses panen dibebankan bayar air 1 kwintal per hektar disetorkan kepada mitra cai yang sudah bekerja menggelontorkan air. Pengakuan ini menjadi sinyal bahwa dibalik penderitaan masyarakat petani di tiga Kecamatan hingga 21 Juli 2018 dinyatakan 3.700 hektar lahan terancam puso.
“Pokoknya kalau sudah panen, mantri, pengamat, ngiler pada sliweran kalau sudah pungutan selesai diamplopin, ini untuk pengamat wilayah sana, ini untuk mantri wilayah sini oleh petugas yang selama ini ngurus air,”ungkap petani Desa Mundakjaya.
Ia mengaku, praktek – praktek seperti itu sudah berjalan lama dan bisa dibilang budaya yang sudah lumrah terjadi diwilayah Kepengamatan Cikedung, bahkan menurut sumber adanya pungutan pengairan tersebut bukan saat musim gadu saja, yang hasil panennya kadang sukses kadang tidak, namun pada saat musim rendeng petani mengaku dipatok dengan harga 50 kg per hektar untuk biaya pengairan.
Sementara itu, Kepala UPTD Pengairan Cikedung, Daska saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon membantah jika dirinya terlibat dan mengkondisikan bawahan dilapangan untuk menarik sejumlah uang agar pasokan air diwilayah saluran irigasi pasir angin intek dari pintu BT 14 Cikedung. Namun ia tak memungkiri jika selama ini pihaknya pernah diajak syukuran dan pertemuan dengan pegiat Mitra Cai yang mengelola air diwilayah tersebut.
“Jika anak buah saya yang bermain, saya tanggung jawab dan tidak saya perintahkan memungut uang hektaran, tapi kalau mitra cai mungkin, soalnya saya pernah diajak makan – makan,” tuturnya.
Mantan Kuwu Jambak yang baru saja menjabat Kepala UPTD Cikedung itu mengaku tidak memahami secara jelas, jika dilapangan terjadi praktek – praktek pungutan pengairan sebagaimana yang ramai diperbincangkan. Kendati demikian, pihaknya bersyukur karena lahan pertanian diwilayah kepengamatan Cikedung sukses dan bisa panen.
“Alhamdulillah sukses wilayah kami bisa panen,”tuturnya.