KONTESTASI Pilpres 2019 kemarin, NU adalah salah satu motor penggerak kemenangan pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin. NU dibawah kepemimpinan KH. Said Aqiel Siradj dengan penuh totalitas berpihak dan mendukung Jokowi – Ma’ruf Amin hingga kemenangan pasangan tersebut ditetapkan oleh KPU.
Wakil Dekan FISIP Unwir Indramayu, Iman Soleh, mengatakan, totalitas NU ternyata berbanding terbalik dengan kanalisasi politik dan kekuasaan ketika kabinet pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin terbentuk. Kader-kader NU yang resmi mewakili NU, secara utuh tidak terlihat dan bahkan hampir tidak ada dalam susunan kabinet pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin.
Namun, NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia sering terjebak dalam bandul politik kekuasaan yang berujung pada bargaining politik yang tidak optimal dan tidak terakomodasi dalam panggung-panggung kekuasaan. Hal ini berlangsung sejak rezim orde lama berkuasa hingga pasca gerakan reformasi seperti saat ini. NU diibaratkan seperti pendorong mobil mogok yang ketika mobilnya kembali berjalan, si pendorong ditinggalkan begitu saja.
“Demikian pula menjelang kontestasi Pilkada Indramayu 2020, NU seperti gadis cantik yang ingin dilamar banyak orang. NU bahkan menjadi personifikasi politik unggulan dibanding partai politik itu sendiri,” kata Iman dalam catatan yang diterima Fokuspantura.com, Senin(22/6/2020).
Seperti diketahui, tujuh partai politik di Kabupaten Indramayu sepakat berkoalisi dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020. Tujuh partai tersebut adalah, PKB, PDIP, Demokrat, PKS, Nasdem, Hanura, dan Perindo. Koalisi ini mengusung tagline, “Bangkit Bergerak Menang Untuk Rakyat Indramayu” yang di deklarasikan pada Desember 2019 lalu.
Menurutnya, dinamika politik tidak selalu stagnan berada pada garis kesepakatan. Bahwa tiga partai politik, PDIP, PKB, dan Demokrat, menyempal dari kesepakatan koalisi dengan segera memunculkan tokoh-tokoh dari kalangan NU, sebagai kandidat dari partai masing-masing, dan tidak memunculkan kandidat dalam konteks koalisi. Hal ini kembali menunjukkan bahwa NU adalah kekuatan potensial untuk dijadikan kendaraan politik dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020 mendatang.
Bahkan menjadi menarik, ketika kemungkinan pecahnya koalisi atas dasar belum sepakatnya koalisi dalam memunculkan kandidat. Ini justru berbeda misalnya ketika Partai Golkar di sisi lain akan solid memunculkan sosok Daniel Muttaqin Syafiudin (DMS) sebagai kandidat yang akan diusung.
Pada Pilkada Indramayu 2020 nanti akan menjadi menarik, ketika tarik menarik kandidat dari kelompok nahdliyin untuk diusung oleh partai -partai yang menganggap bahwa NU adalah kekuatan potensial untuk melawan Golkar disisi yang lain. Manuver politik koalisi tentu akan menjadi kunci kemenangan tambahan jika mereka solid mengusung kandidat dengan latar belakang NU.
“Hanya perlu diingat Pilpres 2019 harus menjadi pelajaran penting bagi NU khususnya dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020, ketika NU gagal membuat kanalisasi politik kekuasaan dalam panggung pemerintahan,” pungkasnya.