banner 728x250

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Konflik Sosial dalam Perspektif UU PA dan ITE

banner 120x600
Ist.net

Oleh : Alfian Restu Maulana, Rere Sundaria Tipa,Ihsan Mahfudz, Azie Baldan Maulana, Dicky perdana dan Ahmad Jamaludin *)

ABSTRAK

Berbagai macam fenomena salah satunya seperti konflik antar siswa yang berdampak pada dendamnya salah satu pihak yang tidak menerima, maka timbullah perilaku-perilaku di luar nalar akal sehat kita sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sejajar antar manusia yang dpat dikategorikan melanggar norma asusila yang selama ini kita ketahui dan aplikasikan di kehidupan sehari-hari. Konflik yang seperti kita ketahui tidak hanya dalam bentuk pertengkaran namun konflik juga dapat berbentuk saling mengejek, dengan diejeknya seorang anak dari pengusaha klub malam ternama di Surabaya yaitu IS maka ia mendatangi seorang siswa di sekolah yang mengejek anaknya. Namun dengan disidaknya anak tersebut timbul dan keluarlah perilaku Arogansi dari seorang IS yang berdampak pada timbulnya tindakan intimidasi atas konflik sosial oleh pihak yang saling bertengkar tersebut. Dalam video viral di media sosial seorang IS mendatangi seorang siswa di salah satu SMA di Surabaya Dia meminta seorang siswa tersebut untuk meminta maaf sambil “bersujud” dan “menggonggong”, peristiwa tersebut diduga lantaran IS tidak menerima karena anaknya diejek memiliki rambut yang mirip dengan “anjing pudel” oleh siswa tersebut. perlunya ada tindak lanjut oleh pihak aparat penegak hukum bahwa Tindakan Arogansi tersebut harus ditindak lanjuti sehingga menimbulkan suatu efek Jera terhadap pelaku perbuatan melawan hukum kepada setiap Masyarakat yang melanggarnya. Atas adanya kasus tersebut penulis akan meninjau pasal 76C undang-undang perlindungan Anak dan Pasal 27 ayat 3 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Internet, Transaksi, Elektronik  sebagai dasar hukum untuk memberikan perlindungan terhadap korban intimidasi yang yang terviralkan lewat media sosial yang merupakan dampak dari konflik sosial tersebut.

Kata Kunci : Pasal 76C Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 27 ayat 3 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Internet, Transaksi, Elektronki , Konflik Sosial, Intimidasi, Perbuatan melawan hukum

ABSTRACT

A variety of phenomena, one of which is a conflict between students that has an impact on the revenge of one party who does not accept it, then behaviors arise beyond our common sense as humans who have equal dignity and dignity between humans that can be categorized as violating immoral norms that we have known and applied in everyday life. Conflicts that as we know are not only in the form of quarrels but conflicts can also be in the form of mutual mockery, by teasing a child of a famous nightclub entrepreneur in Surabaya, IS, he approached a student at school who mocked his son. However, with the inspection of the child, the arrogant behavior of IS arose and emerged which resulted in acts of intimidation due to social conflict by the parties who were fighting each other. In a viral video on social media, IS approached a student at a high school in Surabaya. He asked the student to apologize while “prostrating” and “barking”, the incident was allegedly because IS did not accept it because his child was teased for having hair that resembled a “poodle” by the student. there needs to be a follow-up by law enforcement officers that the Arrogant Action must be followed up so that it creates a Deterrent effect on the perpetrators of unlawful acts to every Community that violates it. Due to this case, the author will review Article 76C of the Child Protection Law and Article 27 paragraph 3 of Law Number 11 of 2008 concerning the Internet, Transactions, Electronics as a legal basis for providing protection for victims of intimidation that went viral through social media which is the impact of the social conflict.

Keywords: Article 76C of Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection, Article 27 paragraph 3 of Law Number 11 of 2008 concerning the Internet, Transactions, Electronics, Social Conflict, Intimidation, Unlawful Acts

PENDAHULUAN

Latar Belakang / Kronologis Kasus[1]

Kasus ini Diawali dengan sebuah pertandingan basket yang mempertemukan SMA Kristen Gloria 2 Surabaya melawan SMA cita hati, seorang anak yang berinisial E yang bersekolah di SMA cita hati yang merupakan anak dari Ivan Sugianto mendapatkan ejekan dari salah seorang siswa dari SMA Kristen Gloria 2[2] sesudah selesai dari pertandingan laga basket tersebut. Seorang anak dari ivan Sugianto yang berinisial E ini diejek oleh seorang siswa yang bernama inisial EN yaitu memiliki rambut seperti “anjing poodle” atas tindakan “body shaming” yang dilakukan oleh seorang siswa yang berinisial nama EN maka seorang siswa yang bernama inisial E tidak terima bahwa dirinya dihina oleh EN yang mengakibatkan inisial E mengadu kepada ayahnya E yaitu Ivan Sugianto yang konon katanya  merupakan seorang pengusaha klub malam dan bisnis ponsel di Surabaya.[3]

Dengan rasa tidak terimanya seorang ayah yang sayang kepada anaknya yang bernama inisial E maka atas kejadian tersebut Ivan Sugianto melakukan labrak kepada inisial EN seorang siswa SMA Kristen Gloria 2 yang mengejek anaknya Ivan Sugianto tersebut. Alhasil Ivan Sugianto dengan murkanya meminta anak yang bernama inisial EN untuk bersujud meminta maaf menghadap dirinya sambil menggonggong dampingi oleh orang tua EN tersebut. Sehingga Ibu dari siswa yang bernama inisial EN mengalami kejang-kejang dan seorang kepala sekolah dari SMA Kristen Gloria 2 merasa takut karena melihat Ivan yang membawa rombongan bodyguard dan tidak berdaya untuk menghalangi tindakan tersebut sambil direkam oleh kamera ponsel sehingga dapat diunggah ke berbagai sosmed untuk sebagai tindakan organisme dari seorang Ivan Sugianto agar dapat melakukan “bluffing” terhadap warganet bahwa dirinya memiliki kekuatan sehingga dapat menakuti segala pihak masyarakat untuk agar tidak bersengketa dengan dirinya[4].

Dengan adanya aksi berlebihan tersebut hal ini terviralkan di suatu media sosial sehingga warganet yang melihat video tersebut dapat menilai bahwa aksi yang dilakuakan ivan Sugianto sangat berlebihan, arogan dan melanggar norma kesusilaan. Sehingga meski pihak SMA Kristen Gloria 2 Surabaya sudah melakukan kesepakatan damai dengan Ivan Sugianto namun pihak SMA Kristen Gloria 2 Surabaya telah membuat laporan ke Polrestabes Surabaya dan enggan untuk mencabut laporannya dan terus mendesak agar Polrestabes Surabaya meneruskan proses hukum walaupun sudah damai dengan Ivan sugianto terkait kasus ini.[5]

Bagaimana perspektif para pihak yang bernaung dalam kasus ini sehingga hukum juga tetap dapat memandang secara adil atas subjek hukum di mata hukum

Seperti yang kita ketahui baik pihak ivan sugianto dan pihak EN sebenarnya sama sama melakukan tindakan pelanggaran hukum. Jika pihak ivan sugianto melakukan Bullying terhadap EN maka Pihak EN pun juga lah yang memicu hal ini terjadi karena atas adanya tindakan Body Shaming yang dilakukan olehnya. Alhasil ini adalah suatu bentuk konflik sosial dari atas kedua pihak yang bertikai dan memiliki Impact / dampak yang luas terhadap masyarakat/warganet. Berikut ini adalah uraian ptas dasar perspektif dari pihak pihak yang berkonflik:

Pihak Ivan Sugianto

Terkait adanya ejekan yang dilontarkan oleh seorang anak yang nama berinisial EN kepada E seorang anak dari Ivan sugianto maka seorang ayah dari anak yang berinisial nama E ini pastinya merasa dilecehkan karena atas adanya ejekan hinaan yang dikatakan oleh anak yang bernama inisial EN mengatakan bahwa E memiliki rambut seperti seekor “Anjing Poodle” oleh karena itu sebenarnya tindakan yang dilakukan oleh pihak Ivan Sugianto bukanlah tindakan yang salah dalam melabrak anak yang berinisial EN ini. Karena sewajarnya jika masalah ini dikembalikan  ke diri kita yang menjadi seorang orang tua dari anak kita.

Ketika anak kita diejek dan di “Lecehkan dari segi bentuk tubuhnya/Body shaming” oleh orang lain maka pastinya kita sebagai pihak orang tua tidak akan tinggal diam dan tidak mengambil tindakan. “Body Shaming” merupakan tindakan yang dilarang oleh negara indonesia karena berkenaan dengan unsur tindakan kekerasan/penganiayaan secara verbal yang secara psikologis dapat merusak mental seseorang sehingga seharusnya dengan dilakukannya tindakan “Body Shaming” oleh pihak anak bernama inisial EN kepada bernama inisial E maka pihak E yang merupakan putra dari Ivan sugianto sebenarnya berhak melaporkan kasus in ke jalur hukum.

Secara psikologis pada dasarnya seorang anak yang hidup di perekonomian menengah ke atas dan dimanjakan oleh dunianya maka secara mayoritas memiliki mental yang lemah sehingga ketika ada seseorang yang mengolok-olokinya pastinya secara psikologis anak tersebut mengadu kepada orang tua, mengadu pada siapapun yang menjadi pengampu hidupnya. Karena ketika anak tersebut hidup dalam situasi perekonomian menengah keatas mayoritas nya anak tersebut selalu dituruti kemauannya, keinginannya, serta selalu dibela atas hak-haknya dan atas wewenangnya baik perbuatan salah maupun perbuatan baik pasti akan selalu dibela.

Dan hal tersebut yang membuat mental dari seorang anak yang hidup dari perekonomian menengah ke atas selalu lemah. Oleh karena itulah rasa ketidakterimaan dari seorang anak dari ivan Sugianto yang merupakan seorang pengusaha klub malam serta pengusaha gadget/handphone menjadi suatu amarah besar bagi orang tua yang berimbas kepada dilabraknya pihak seorang anak yang bersekolah di SMA Kristen Gloria 2 yang berinisial nama EN. Akan tetapi yang menjadi suatu kekeliruan tindakan di sini yaitu dengan direkamnya suatu tindakan Arogansi yang menurut penulis tidak pantas dan tidak layak untuk dipublikasikan untuk mencari suatu pembelaan oleh warganet sehingga atas hasil tindakan dirinya tersebut menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena kecerobohan yang dilakukan oleh pihak Ivan Sugianto atas tidak dipertimbangkannya dampak terhadap warganet yang melihatnya. Alhasil bukan pembelaan yang Ivan Sugianto dapatkan namun  justru sebaliknya.

Pihak seorang Anak yang bernama Inisial EN

Dengan adanya tindakan “Body Shamming” yang dilakukan oleh pihak EN kepada pihak E, maka inilah yang menjadi pemicu utama dari insiden konflik sosial ini. Dengan adanya ejekan yang dilontarkan tersebut maka secara tidak langsung sebenarnya seorang anak yang bernama inisial EN kepada anak bernama inisial E sudah melakukan pelanggaran yang dapat dituntut secara hukum. Oleh karena itu seharusnya secara ideal pihak E serta keluarganya yang merupakan pihak dari ivan sugianto dapat melakukan penuntutan secara hukum sehingga kasus ini tidak berimbas terhadap dirinya. Namun dengan ditanggapi nya secara emosional maka berdampak pada  tindakan yang salah yaitu pihak Ivan Sugianto ingin melakukan perlawanan balik dengan cara mempermalukan pihak EN agar merasa Jera dengan perbuatannya. Namun dengan dilakukannya sujud sambil menggonggong oleh pihak seorang anak bernama inisial EN sambil di rekam oleh ponsel dan di unggahnya video tersebut ke media sosial maka tindakan tersebut justru menjadi bumerang kepada pihak Ivan Sugianto yang memperlihatkan kepada orang orang  bahwa tindakan tersebut merupakan salah satu bentuk tindakan Penindasan, penintimidasian / Bullying maka pada akhirnya membuat dan memancing kemarahan dari pihak warganet agar Ivan Sugianto dapat diproses secara hukum dengan seadil-adilnya tanpa memandang dirinya siapa. Sehingga dalam hal ini keadilan dapat diutarakan tanpa memandang siapa subjek hukum Karena pada dasarnya setiap subjek hukum di mata hukum memiliki kedudukan dan derajat yang sama

Bagaimana Bentuk Pelanggaran yang memenuhi pasal ?

Dengan adanya bentuk pelanggaran yang memenuhi unsur tindakan dari pasal-pasal yang sudah diberlakukan dalam undang-undang Republik Indonesia sehingga dengan diberlakukannya undang-undang tersebut masyarakat secara kesadaran diri dan secara memaksa harus mematuhi peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah tersebut demi terselenggarakan suatu kepatuhan diri masyarakat terhadap hukum yang sudah diberlakukan di negara Indonesia. Oleh karena itu maka penulis akan menggunakan pasal 76C undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang berbunyi:

Pasal 76C

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Atas adanya pemberlakuan pasal ini maka adanya tindakan “menyuruh sujud dan menggonggong” merupakan suatu unsur bentuk tindakan yang sesuai kalimat dalam pasal ini jabarkan yaitu menyuruh melakukan atau turut serta melakukan “kekerasan terhadap anak” “kekerasan” yang di definisikan dalam konteks ini yaitu “kekerasan terhadap mental seorang anak” yang seharusnya seorang anak tersebut tidak layak mendapatkannya. Karena seharusnya seorang anak yang belum cakap sepenuhnya secara hukum dan masih dalam naungan orangtua nya serta masih dalam tahap masa pertumbuhan. Layak mendapatkan perlakuan baik dalam tahap pertumbuhan secara fisik, mental, dan sosial. Sehingga terciptalah suatu Pertumbuhan anak yang sehat yang baik secara mental, secara jasmani , dan secara sosial.

Selain itu penulis juga menggunakan produk hukum pasal 27 ayat 3 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang internet, transaksi, elektronik sebagai tinjauan atas adanya tindakan Arogansi yang dilakukan oleh pihak Ivan Sugianto untuk melakukan pencemaran nama baik pihak keluarga seorang anak yang berinisial EN dengan cara ditransmisikan dan diviralkan sebuah video permohonan maaf sambil sujud dan sambil menggonggong dengan cara di upload lewat sosial media. Dengan adanya pemviralan tersebut terjadi suatu tindakan pelanggaran hukum yaitu pencemaran nama baik yang mana tindakan tersebut melanggar norma kesusilaan karena pasal 27 ayat 3 undang-undang nomor 11 tahun 2008 ini berbunyi :

Pasal 27 ayat 3

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum

Oleh karena itu perlu adanya tindakan penegakan hukum yang proporsional dengan tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dalam kasus ini sehingga dapat membuat efek Jera terhadap pelaku yang melakukan perbuatan Arogansi tersebut. Dengan penulis menganalisa suatu deskripsi kata-kata yang tertera dalam pasal maka penulis dapat menyimpulkan bagaimana penyelesaian secara penafsiran makna dari pasal tersebut sehingga ditemukanlah suatu solusi ideal untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban serta penegakan hukum bagi pelaku.

PEMBAHASAN

  1. Pasal 76C Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Dengan di berlakukannya pasal ini Penulis berasumsi bahwa atas penafsiran secara deskriptif dari kata kata yang tertera dalam pasal maka dapat memenuhi suatu unsur atau bentuk tindakan yang dapat dijadikan alasan mengapa pasal ini dapat di katakan relevan atas kejadian yang penulis angkat untuk di jadikan analisa kasus. Oleh karena itu kembali Penulis menjelaskan di dalam pasal 76C undang undang nomor 35 tahun 2014 ini dinyatakan bahwa :

Pasal 76C

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Atas adanya kata dalam kalimat yang mendeskripsikan bahwa “setiap orang dilarang” menunjukan dan memiliki  makna bahwa untuk semua orang tidak boleh/tidak berkenan untuk melakukan lalu di sambung dengan kata kerja yaitu Menempatkan, Membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan. Kata Menyuruh melakukan dalam konteks ini sangat berkenaan dan sangat relevan dengan unsur tindakan menyuruh seseorang untuk melakukan, yang memang pada dasasrnya dalam kasus ini seorang Ivan sugianto menyuruh untuk melakukan perbuatan yang sangat tidak berkenan dengan norma keasusilaan kepada seorang anak yang bernama inisial EN. Oleh karena itu perbuatan menyuruh melakukan yang dimaksud dalam pasal ini sangat relevan sekali atas pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum. Lalu dilanjutkan dengan kalimat “ Kekerasan terhadap Anak”. Kata Kekerasan yang dimaksud dalam pasal ini yaitu merupakan Kekerasan yang lebih bersifat melanggar Norma keasusilaan. Sehingga sesuai pada kenyataan kasus yang terjadi, Tindakan Kekerasan yang dilakukan oleh seorang Ivan Sugianto adalah menyuruh seorang anak untuk bersujud di hadapannya lalu menggonggong. Dan dengan seorang anak melakukan sujud di hadapannya itu saja sudah melanggar norma keasusilaan. Karena pada kenyataanya penulis berpendapat bahwa seorang manusia yang memiliki harkat, martabat dan kehormatan. Selayaknya jika ia bersalah dan ingin meminta maaf kepada orang lain maka tindakan tersebut cukup hanya dengan cara menundukan kepala atau berjaba tangan saja sudah cukup dan tidak perlu harus bersujud.

Oleh karena itu tindakan bersujud tersebut penulis menganggap bahwa tindakan bersujud merupakan tindakan yang terlalu berlebihan dalam melakukan pengakuan maaf terhadap seseorang yang bukan berkepentingan dalam hidupnya. Kecuali seseorang tersebut bersujud untuk meminta maaf yang sedalam-dalamnya kepada orang tua (Terutama kepada seorang ibu) karena hal ini dibenarkan untuk bersujud dalam ajaran agama Islam untuk meminta ampun kepada orang tua. Maka dengan Ivan Sugianto menyuruh anak yang bernama inisial EN untuk bersujud kehadapan dirinya tindakan tersebut merupakan tindakan yang sangat menyalahi norma keasusilaan sekaligus tindakan yang terlalu berlebihan Dalam melakukan pengakuan Maaf terhadap seseorang. Karena tindakan bersujud itu dilakukan dengan cara menekukan kaki , badan dan kepala secara sejajar sehingga seluruh anggota tubuh ketika bersujud menunjukkan bahwa atas rasa kerendahan diri kepada seseorang yang lebih mulia sehingga hal tersebut hanya dapat dilakukan ketika seorang umat muslim melakukan ibadah salat dan dapat dilakukan juga ketika seseorang meminta maaf kepada yang sedalam dalam nya kepada orang tuanya ketika melakukan perbuatan salah. Namun di luar dari dua tindakan tersebut maka tindakan bersujud sangat tidak diperkenankan untuk dilakukan. Apalagi jika seseorang harus melakukan sujud kepada orang lain yang bukan orang yang harus di muliakan dalam hidupnya dan bukan orang yang berkepentingan dalam hidupnya maka tindakan tersebut sangat disalahkan karena tindakan bersujud itu sangat merendahkan diri martabat, serta kehormatan seseorang tersebut sehingga tindakan tersebut sangat tidak di perkenankan untuk dilakukan. Di tambah dengan adanya tindakan Menggonggong yang harus dilakukan atas suruhan Ivan sugianto kepada seorang anak yang bersujud tersebut maka tindakan tersebut dinilai sangat bertentangan dengan Hukum karena mengandung unsur tindakan kekerasan terhadap anak. Tindakan Kekerasan yang di deskripsikan dalam pasal 76C ini merupakan tindakan kekerasan yang cenderung lebih bersifat kekerasan mental yang mengacu pada tindakan penindasan terhadap seorang anak (Bullying) sehingga dapat berdampak pada kesehatan mental dan sosial seorang anak tersebut.

Bentuk kekerasan fisik yang seperti kita ketahui dialami orang orang pada umumnya masih dapat terobati dengan obat luka yang biasa kita konsumsi. Namun jika kekerasan mental dialami kepada seorang anak, apalagi di usia yang masih dalam tahap perkembangan, maka dapat berdampak terhadap kesehatan Psikologisnya yang mana tidak ada bentuk obat penawar yang dapat menyembuhkan luka batin yang di derita seorang anak tersebut karena di usianya yang masih dini dan masih dalam masa perkembangan mental yang seharusnya seorang anak tidak selayaknya mendapatkan suatu kekerasan mental . Alhasil atas adanya bentuk kekerasan yang dilakukan oleh Ivan Sugianto dapat berdampak kepada kesehatan sosial dan mental seorang anak yang bernama inisial EN jika anak tersebut tidak dapat kuat dan sabar dalam menerima dengan lapang dada atas perlakuan kekerasan Mental yang dilakukan oleh seorang Ivan Sugianto kepada seorang anak yang bernama inisial EN tersebut.

Bentuk bentuk Tindakan Kekerasan pada Anak

Dalam sesi ini Penulis mencoba menjabarkan Bentuk-bentuk kekerasan pada anak maka dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu:[6]

  • Kekerasan Fisik

Kekerasan anak secara fisik adalah kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak seperti penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan bendabenda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul. Macam-macam kekerasan fisik, antara lain: ditampar, ditendang, dianiaya, dipukul/ditinju, diinjak, dicubit, dijambak, dicekik, didorong, digigit, dibenturkan, dicakar, dijewer, disetrika, disiram air panas, disundut rokok,dll

Secara fisik, akibat kekerasan fisik antara lain: luka memar, berdarah, luka lecet,patah tulang, sayatan-sayatan, luka bakar, pembengkakan, jaringan-jaringan lunak, pendarahan di bawah kulit,pingsan, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat, dan akibat yang paling fatal adalah kematian

  • Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban; kekerasan psikis meliputi penghardikan, penghinaan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, perundungan (bully). Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.

  • Kekerasan seksual

Kekerasan seksual merupakan segala jenis aktivitas seksual dengan anak. Kekerasan  seksual yang dibagi menjadi: (1) kekerasan seksual nonkontak seperti melihat kekerasan/kegiatan seksual, dipaksa terlibat dalam kegiatan seksual dan mengirimkan gambar foto/video/teks kegiatan seksual, dan (2) seksual kontak seperti sentuhan, diajak berhubungan seks, dipaksa berhubungan seks, dan berhubungan seks di bawah tekanan. Anak yang mengalami kekerasan seksual mengalami dampak psikologis maupun fisik yang serius pada anak.

  • Kekerasan Sosial

Berikut ini merupakan bentuk kekerasan sosial yang Mencakup Penelantaran Anak dan Eksploitasi Anak.

  1. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak tidak mempedulikan kebutuhan anak.
  • Kelalaian di bidang kesehatan seperti penolakan atau penundaan memperoleh layanan kesehatan, tidak memperoleh kecukupan gizi, dan perawatan medis saat sakit. Kelalaian ini akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, antara lain: terjadi kegagalan dalam tumbuh kembang, malnutrisi, yang menyebabkan fisiknya kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygiene kurang, hormon pertumbuhan turun, sehingga dapat mengakibatkan stunting.
  • Kelalaian di bidang pendidikan meliputi pembiaran mangkir (membolos) sekolah yang berulang, tidak menyekolahkan pada pendidikan yang wajib diikuti setiap anak, atau kegagalan memenuhi kebutuhan pendidikan yang khusus.
  • Kelalaian di bidang fisik meliputi pengusiran dari rumah dan pengawasan yang tidak memadai.
  • Kelalaian di bidang emosional meliputi kurangnya perhatian, pengabaian, penolakan, kekerasan terhadap pasangan di hadapan anak dan pembiaran penggunaan rokok, alkohol dan narkoba oleh anak.
  1. Eksploitasi anak merupakan perbuatan memanfaatkan anak secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh keluarga atau orang lain dan memaksa anak melakukan sesuatu yang dapat mengganggu tumbuh kembang mental dan fisiknya. Eksploitasi anak berarti menghilangkan hak-hak anak.

Atas adanya jenis-jenis tindakan kekerasan yang penulis paparkan di sini penulis menandai sebuah tinta merah dalam jenis kekerasan tersebut yaitu Kekerasan Psikis yang mana sangat relevan dengan adanya kejadian yang dialami oleh anak korban yang bernama inisial EN . Dalam pernyataan di atas mengenai kekerasan psikis dapat disimpulkan bahwa adanya tindakan mental abuse yang dilakukan dengan cara  perundungan atau Bullying oleh Ivan Sugianto terhadap EN sebagai korban. Maka tindakan tersebut dapat berdampak pada perilaku maladatif yang merupakan suatu dampak dari kekerasan mental yang dilakukan oleh Ivan Sugianto. Maka dengan dideritanya kekerasan mental ini oleh EN, dapat berdampak pada penyakit psikologis yang dapat dideritanya sehingga dapat berdampak juga terhadap kelainan mental lainnya di waktu yang akan mendatang seiring dengan berkembang dewasanya seorang anak tersebut.

  1. Pasal 27 ayat 3 Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Internet, Transaksi, Elektronik

Penulis berasumsi dengan di deskripsikannya pasal ini dalam karya tulis/karya ilmiah ini maka dapat menjelaskan bahwa dampak dari tindakan Arogansi yang dilakukan oleh Ivan Sugianto dapat ditinjau dalam pasal 27 ayat 3 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang internet transaksi elektronik sehingga atas tindakan tersebut dapat memenuhi unsur-unsur tindakan yang dapat ditafsirkan atas adanya tindakan Arogansi tersebut. Serta penulis juga akan menjabarkan dampak dari tindakan arogansi yang dilakukan oleh Ivan sugianto sehingga dapat merugikan diri sendiri nya dan orang lain / warganet yang menonton cuplikan video kasus tersebut.

Dengan diunggahnya suatu video Ivan Sugianto yang menyuruh seorang anak untuk bersujud dan menggonggong maka hal tersebut berkenaan dengan produk pasal ini. Karena pada dasarnya pasal 27 ayat 3 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang internet transaksi elektronik sempat memiliki makna yang multitafsir sehingga pernah dijuluki sebagai pasal karet. Namun ketika adanya ratifikasi pasal tersebut maka sangat berdampak besar terhadap ke objektivitassan dalam penafsiran makna dari pasal tersebut sehingga ketika pasal 27 ayat 3 ini sudah diratifikasi maka tidak dapat dimultitafsirkan lagi. Dengan adanya pemviralan tersebut terjadi suatu tindakan pelanggaran hukum yaitu pencemaran nama baik yang mana tindakan tersebut melanggar norma kesusilaan atas pasal 27 ayat 3 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang internet transaksi elektronik ini berbunyi:

Pasal 27 ayat 3

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum

Dengan adanya kata “setiap orang” dalam kalimat pasal ini maka dapat menyatakan bahwa ketentuan ini diperuntukkan untuk seluruh masyarakat/”semua orang“, lalu dilanjutkan dengan kalimat kerja “dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik“. Dalam kalimat ini dapat kita tafsirkan dan disimpulkan maknanya bahwa setiap masyarakat tidak boleh menyiarkan mempertunjukkan mendistribusikan mentransmisikan konten video ataupun foto atau artikel maupun Laman website. Lalu disambung dengan kalimat “yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum” dengan adanya kalimat inilah yang dapat menjadi suatu argumen kuat penulis dalam mengambil produk pasal ini sebagai tinjauan analisa dalam karya tulis ini karena dengan diuploadnya suatu tindakan arogansi Ivan Sugianto maka berdampak besar secara psikologis terhadap warganet yang menontonnya sehingga dengan didistribusikannya tindakan arogansi Ivan Sugianto dalam video ini ke media sosial yang digunakan oleh warganet maka dapat memicu :

  1. Konflik sosial

Mengapa dapat memicu konflik sosial? karena dengan diuploadnya video ini di media sosial maka secara psikologis akan menggeramkan masyarakat warganet untuk menjatuhkan Ivan Sugianto kepada hukuman yang seberat-beratnya atas tindakan penyuruhan kepada seorang anak yang bernama inisial EN, untuk melakukan sujud dan menggonggong. Sehingga dengan adanya tindakan tersebut maka dapat mengundang amarah warganet kepada pihak Ivan Sugianto. Dari konflik sosial ini juga dapat melahirkan suatu perspektif tersendiri bagi para pihak yang melihat cuplikan video tersebut dan memhaminya secara ilmu pengetahuan masing masing warganet sehingga melahirkan pengkubuan antara pihak masyarakat yang membela EN sebagai korban. Dan yang membela Ivan Sugianto sebagai pelaku kekerasan mental dan intimidasi. Karena  Menurut sudut pandang penulis selain EN yang dinyatakan sebagai korban intimidasi ivan sugianto, EN juga sekaligus merupakan pemicu dari konflik sosial ini yaitu dengan melakukan kekerasan verbal “body shaming” terhadap E yang merupakan anak dari Ivan Sugianto. Jadi ada beberapa pihak warganet juga yang membela Ivan Sugianto. Akan tetapi bukan membela tindakan salahnya namun dalam konteks ini warganet membela ivan atas tindakan melindungi anaknya dari segala bentuk penindasan dan pelecehan body shaming yang ucapkan EN sehingga hal tersebut juga berlaku bagi seluruh orang tua yang memiliki anak. Ketika anak kita diejek dan di “Lecehkan dari segi bentuk tubuhnya/Body shaming” oleh orang lain maka pastinya kita sebagai pihak orang tua tidak akan tinggal diam dan tidak mengambil tindakan. “Body Shaming” merupakan tindakan yang dilarang oleh negara indonesia karena berkenaan dengan unsur tindakan kekerasan/penganiayaan secara verbal yang secara psikologis dapat merusak mental seseorang sehingga seharusnya dengan dilakukannya tindakan “Body Shaming” oleh pihak anak bernama inisial EN kepada bernama inisial E maka pihak E yang merupakan putra dari Ivan sugianto sebenarnya berhak melaporkan kasus in ke jalur hukum. Pastinya setiap orang tua akan melakukan hal yang sama seperti Ivan Sugianto untuk membela anaknya dari pelecehan verbal yang dilakukan dalam pertemanannya akan tetapi hal tersebut dilakukan secara tidak berlebihan seperti yang di lakukan oleh Ivan Sugianto.

  1. Pengimitasian tindakan

Secara psikologis seorang manusia pastinya akan selalu meniru apapun segala bentuk tindakan yang manusia lain lakukan apalagi seorang anak. Imitasi adalah perilaku meniru orang lain yang dilakukan melalui pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh orang lain.[7] Maka dengan diuploadnya video pendek tentang bersujud dan menggonggong ke suatu media sosial akan memicu adanya tindakan peniruan/tindakan imitasi yang dapat dilakukan oleh orang lain baik secara sengaja maupun secara bercanda. Terutama kepada seorang anak yang masih berumur dini dan masih dalam tahap perkembangan fisik, mental dan sosial. Maka dengan diperlihatkannya video tindakan kekerasan mental/penindasan ini ini dapat berpotensi dan memotivasi seorang anak yang masih di bawah umur untuk menirukannya kepada teman lainnya. Dengan di perlihatkan nya video ini secara tidak langsung kita mengajarkan hal hal atau perbuatan yang tidak baik kepada anak anak .Sehingga secara psikologis berdampak tidak baik bagi anak yang melihatnya.

  1. Diskriminasi sosial

Manusia adalah makhluk zoon politicon yang mana memiliki simbiosis mutualism terhadap manusia lain sehingga manusia dengan manusia lain membutuhkan saling berinteraksi sosial dan membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu dengan adanya tindakan diskriminatif dari salah satu pihak yang mencemooh bahwa seorang EN pernah melakukan bersujud dan menggonggong kepada Ivan Sugianto maka akan selalu dikenang oleh masyarakat atas tindakan kekerasan mental tersebut. Sehingga masyarakat yang mengetahuinya dapat timbul tindakan diskriminatif terhadap EN namun di samping  itu dapat mengundang masyarakat untuk bersimpatis juga atas musibah yang dialami oleh anak bernama inisial EN dalam melakukan sujud dan menggonggong kepada Ivan Sugianto. Tindakan diskriminasi sosial dalam konteks ini juga berlaku dan dialami terhadap Ivan Sugianto yang telah menyuruh anak bernama inisial EN untuk bersujud dan menggonggong, sehingga dengan adanya kejadian ini Baik pihak Ivan Sugianto maupun pihak anak yang bernama inisial EN sama-sama tidak diuntungkan dan sama-sama merasakan kerugian sosial. Dengan tindakan diskriminasi sosial yang dialami oleh seseorang maka secara psikologis akan berdampak secara drastis pada kehidupan sosial masyarakatnya.

Efek Domino yang berdampak pada kerugian hidup seorang Ivan Sugianto atas adanya kasus ini

perlu adanya Kesadaran atas batasan-batasan tindakan yang dapat kita lakukan sepanjang hal tersebut masih bisa ditoleransikan secara kekeluargaan maka akan lebih baik daripada melakukan tindakan yang dapat merugikan kedua belah pihak. Apalagi sampai melibatkan jalur hukum, maka akan memberikan dampak kerugian sosial terhadap pihak pihak yang terlibat. Dengan adanya tindakan arogansi yang dilakukan oleh Ivan Sugianto juga maka akan berdampak bumerang terhadap kehidupan dirinya sendiri juga. Sehingga Ivan sugianto mendapatkan berbagai kerugian hidup yang dialaminya atas tindakan Arogansi tersebut diantara contohnya seperti :

  • Terseret kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dan Di Duga Rekeningnya terkena Blokir Oleh PPATK (Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)[8]

Dengan tindakan arogansi yang dilakukan oleh Ivan Sugianto maka aparat penegak hukum melakukan observasi terkait apa saja aktivitas yang dilakukan oleh Ivan Sugianto yaitu salah satunya menurut pelaporan dan analisis transaksi keuangan PPATK memblokir rekening Ivan Sugianto karena menemukan indikasi awal melakukan tindak pidana pencucian uang.

  • Rekening yang diblokir oleh PPATK selain karena terindikasi tindak pidana pencucian uang Ivan Sugianto juga terindikasi melakukan judi online[9]

Atas adanya aliran dana yang ditemukan oleh sejumlah transaksi oleh tim analis PPATK menemukan sejumlah transaksi terkait dengan judi online

  • Tetap Di kawal dan di tuntun ke jalur hukum walaupun Ivan Sugianto sudah melakukan permintaan maaf kepada publik oleh Jhon LBF[10]

Dengan adanya aksi pengusaha Surabaya Ivan Sugianto yang memaksa siswa SMA menggonggong telah memicu kemarahan publik salah satunya datang dari Jhon Lbf. Saking geramnya Jhon lbf ingin dan bahkan siap untuk mengkawal kasus tersebut ke jalur hukum. Dan meminta untuk agar Ivan Sugianto dapat dihukum seberat-beratnya. Ujar penyampaiannya lewat media sosial Tik Tok.

PENUTUP

perlu adanya Kesadaran atas batasan-batasan tindakan yang dapat kita lakukan sepanjang hal tersebut masih bisa ditoleransikan secara kekeluargaan maka akan lebih baik daripada melakukan tindakan yang dapat merugikan kedua belah pihak. Apalagi sampai melibatkan jalur hukum, maka akan memberikan dampak kerugian sosial terhadap pihak pihak yang terlibat. Dengan adanya tindakan arogansi yang dilakukan oleh Ivan Sugianto juga maka akan berdampak bumerang terhadap kehidupan dirinya sendiri juga. Sehingga Ivan sugianto mendapatkan berbagai kerugian hidup yang dialaminya atas tindakan Arogansi tersebut Oleh karena itu perlu adanya tindakan penegakan hukum yang proporsional dengan tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dalam kasus ini sehingga dapat membuat efek Jera terhadap pelaku yang melakukan perbuatan Arogansi tersebut.

*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung.

Daftar Pustaka

[1] Kasus Ivan Sugianto di Surabaya, dari Suruh Siswa Menggonggong hingga Terindikasi Terlibat Judi “Online”, Rachmawati, KOMPAS.com, 2024, dilansir dari laman web : https://surabaya.kompas.com/read/2024/11/19/060000578/kasus-ivan-sugianto-di-surabaya-dari-suruh-siswa-menggonggong-hingga?page=all, diakses pada tanggal 30 November 2024 pukul 11:27

[2] Siapa Ivan Sugianto Sebenarnya? Pengusaha Klub Malam Surabaya Paksa Siswa Sujud dan Menggonggong,  Farah Nabilla, 2024, di lansir dari laman web : https://www.suara.com/lifestyle/2024/11/14/165343/siapa-ivan-sugianto-sebenarnya-pengusaha-klub-malam-surabaya-paksa-siswa-sujud-dan-menggonggong diakses pada tanggal 30 November 2024 pukul 13:47

[3] Kronologi Lengkap Kasus Ivan Sugiamto Paksa Siswa SMA Menggonggong, Amir Baihaqi, 2024, dilansir dari wabsite:https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-7640380/kronologi-lengkap-kasus-ivan-sugiamto-paksa-siswa-sma-menggonggong diakses pada tanggal 30 November 2024, pukul 11:30

[4]Kronologi Ivan Sugianto Paksa Anak SMA Menggonggong, Sang Ibu sampai Kejang-Pingsan, meliana Ruth, 2024, di lansir dari website https://www.suara.com/lifestyle/2024/11/12/134410/kronologi-ivan-sugianto-paksa-anak-sma-menggonggong-sang-ibu-sampai-kejang-pingsan diakses pada tanggal 30 November 2024, pukul 11:52

[5] Alasan SMA Gloria 2 Surabaya Enggan Cabut Laporan Soal Kasus Siswa Dipaksa Bersujud dan MengonggongPenulis: Tony Hermawan, Editor: Cak Sur, 2024, dilansir dari laman web: https://surabaya.tribunnews.com/2024/11/13/alasan-sma-gloria-2-surabaya-enggan-cabut-laporan-soal-kasus-siswa-dipaksa-bersujud-dan-mengonggong Diakses pada tanggal 30 November 2024 pukul 13:55

[6] Bentuk Kekerasan pada Anak dan Dampaknya, Admin DP3AK, 2021, dilansir dari laman web : https://dp3ak.jatimprov.go.id/berita/link/21 diakses pada hari minggu pukul 01:39

[7] Dowload artikel jurnal : chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://repository.uin-suska.ac.id/5917/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 1 desember 2024 pukul 15:44

[8]Diduga Terseret TPPU, Rekening Pengusaha Ivan Sugianto Diblokir PPATK ,  https://www.liputan6.com/news/read/5787743/diduga-terseret-tppu-rekening-pengusaha-ivan-sugianto-diblokir-ppatk?page=3 diakses pada tanggal 1 desember 2024 pukul 17:58

[9]Fakta-fakta kasus Ivan Sugianto: Dari suruh siswa SMA ‘menggonggong’ hingga rekening diblokir PPATK karena terindikasi terlibat judi online, BBC nNews Indonesia, 2024, dilansir dari laman web : https://www.bbc.com/indonesia/articles/c17084xz78ko, Diakses pada tanggal 1 Desember 2024 Pukul 18:02

[10]Jhon LBF Minta Ivan Sugianto Dihukum Seberat-beratnya dan Beri Peringatan hingga Singgung Pemerintah, Rekarinta Vintoko, 2024, Dilansir dari laman web: https://wow.tribunnews.com/2024/11/16/jhon-lbf-minta-ivan-sugianto-dihukum-seberat-beratnya-dan-beri-peringatan-hingga-singgung-pemerintah, Diakses pada tanggal 1 Desember 2024 Pukul 18:20

Mau copas berita, silahkan izin dulu
Mau copas berita, silahkan izin dulu