KANDANGHAUR,(Fokuspantura.com),- Pelaksanaan penggusuran bangunan liar (bangli) yang digunakan sebagai bisnis warung remang-remang (warem) sangat dikeluhkan para pemilik bangli di wilayah Kecamatan Kandanghaur, pasalnya kebijakan Pemkab Indramayu dianggap tidak tepat, karena selain usaha yang digelutinya dijadikan penopang hidup menghadapi lebaran, penghancuran bangunan yang saat itu tengah dilakukan pembongkaran oleh masing-masing pemilik terkesan kurang manusiawi.
Akibat dari pembongkaran itu, tidak jarang diantara pemilik bangli kehilangan tempat tinggal dan tetpaksa harus tinggal ditempat seadanya dengan kondisi memprihatinkan dengan menggunakan atap apa adanya.
Salah satu pemilik bangli Eretan Kulon yang juga warga Blok Cibrengkok, Ferti, mengatakan setelah dilakukan penggusuran, dirinya bersama suami tidak punya tempat untuk tinggal karena bangunan tersebut selain sebagai tempat usaha juga sebagai tempat tinggal.
“Saya ga tahu harus tinggal dimana, karena tidak ada tempat tinggal lain,” ungkapnya.
Dikatakannya, semestinya pemerintah memikirkan nasib masyarakat yang tinggal di bangunan tersebut untuk memberikan kelonggaran usaha apalagi menghadapi hari lebaran dimana arus mudik menjadi peluang untuk mendapatkan keuntungan usaha.
“Kalau habis lebaran digusurnya setidaknya kami ada persiapan, sedangkan yang dilakukan petugas jangankan untuk mengundur waktu, perlengkapan yang ada pun sebagian tidak bisa terambil karena bangunan yang sedang dibongkarpun harus digusur dengan menggunakan alat berat sehingga mengakibatkan kerusakan material yang seharusnya masih bisa digunakan,” terangnya.
Menyikapi permasalahan dimaksud, Pemerhati Sosial dan Lingkungan, Sayid Muchlisin, mengatakan, apa yang dilakukan petugas dengan dalih instruksi pimpinan sangat menyimpang dari prinsip manusiawi dan Bupati sendiri selaku Kepala Daerah seharusnya melakukan analisis yang lebih detil tentang keputusan yang harus dikeluarkan.
Kemudian, berbicara status kepemilikan tanah, lahan yang digunakan untuk mendirikan bangunan tersebut adalah milik Binamarga Pusat dan Perum Jasa Tirta (PJT), maka dengan begitu sepanjang lahan tersebut belum digunakan untuk kepentingan kedua institusi itu maka sangatlah wajar jika masyarakat memanfaatkan.
“Upaya penggusuran bangli menunjukan keserakahan pemimpin yang diduga kurang memahami zona kekuasaan lahan berikut penggunaannya,” ujarnya.
Ia mengatakan, terlepas jenis usaha apa yang dijalankan warga pemilik bangli semestinya dilakukan pembinaan yang intenasif agar mereka sadar dan memahami tentang masalah ketertiban.
“Ini murni bukan penertiban melainkan pengrusakan hak miliki orang lain tanpa memberikan solusi yang jelas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sedikitnya 5 kompi pasukan dari Kepolisian Resor dan Komando Militer serta Satuan Polisi Pamong Praja Indramayu, ditambah 2 peleton personil Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan petugas dari PLN, dibantu satu regu Pemadam Kebakaran disiapkan untuk operasi penertiban kawasan prostitusi, di jalur pesisir pantai utara (Pantura), perbatasan antara Kecamatan Kandanghaur dengan Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu.
Pasukan yang dipimpin langsung oleh duet Kapolres-Dandim tersebut sedianya membongkar paksa sekitar 108 bangunan liar (bangli) hunian pelacuran. 68 bangunan berada di wilayah Kandanghaur dan 40 sisanya di wilayah Patrol. Tak kurang dari 3 alat berat beko atau eskavator disiapkan untuk memporak-poranda rumah-rumah bordil dan warung remang (warem).
Kesiapan tersebut digelar melalui apel persiapan penertiban di lapangan parkir luar Pondok Pesantren Darussalam, yang lokasinya berdekatan dengan kawasan prostitusi di Jalur Pantura, Desa Eretankulon Kecamatan Kandanghaur, Sabtu (10/6/2017) pukul 08.10 WIB.
Tetapi aksi pembongkaran paksa itu urung dilaksanakan. Tidak semua bangli dibongkar pada hari itu. Pembongkaran dilakukan di 68 bangli di Kecamatan Kandanghaur, tepatnya di wilayah Desa Eretankulon, itu pun dilakukan sendiri oleh pemiliknya di bawah pengawasan pasukan dipimpin langsung Kapolres dan Dandim.
Bangunan yang dibongkar tersebut pada umumnya semi permanen yang dijadikan warung remang. Sedangkan 40 bangli lainnya yang sebagian besar bangunan permanen yang dijadikan rumah bordil di Kecamatan Patrol, diberi kesempatan sampai usai lebaran.
Pasalnya, para germo atau pemilik bangunan di wilayah Patrol meminta kepada camat setempat yang mendampingi Kapolres dan Dandim serta Kasat Pol PP untuk berunding. Mereka mengusulkan pengunduran waktu hingga 15 Juli 2017, sesudah lebaran.
Para pemilik bangunan minta diberi kesempatan untuk membongkar sendiri bangunannya selama sebulan. “Bilamana sampe tanggal 15 Juli belum juga kami bersihkan sendiri, silahkan, kami rela bapak-bapak petugas membongkarnya.”, ujar Budi seorang warga yang mewakili pemilik bangunan.
Keinginan para pemilik bangunan yang pada umumnya mucikari itu pun dikabulkan setelah Kapolres AKBP Arif Fajarudin menyampaikannya kepada Bupati Indramayu, Anna Sophanah, melalui telefon. Setelah ada persetujuan bupati, para pemilik bangli difasilitasi Camat Patrol, Teguh Budiarso, membuat surat pernyataan, di salah satu lokasi bangli di Blok Legok Desa Sukahaji, disaksikan Kapolres dan Dandim Letkol Arh Benny Febrianto.
Isi pernyataan mereka pada pokoknya bersedia dilakukan penertiban, serta batas tenggat waktu 15 Juli yang telah disepakati. Tepat pukul 09.40 surat pernyataan itu pun diteken kemudian dibacakan oleh perwakilan pemilik bangli, Budi, di hadapan Kapolres dan Dandim serta langsung disosialisasikan kepada 40 pemilik bangli di Kecamatan Patrol.
Diundurnya tenggat waktu penertiban selama lebih dari sebulan ke depan, membuat sejumlah mucikari dan pekerja seks komersial yang dihubungi fopan di kawasan Legok, mengaku sedikit lega. Mereka mengatakan, selain terhindar dari kerugian besar akibat bongkar paksa, dan cukup waktu untuk membongkar sendiri. Jangka waktu sebulan masih dapat dimanfaatkan setidaknya seminggu sampai dua minggu mengais rejeki menghadapi lebaran, serta mencari tempat baru untuk membuka usaha yang sama. Mereka berterimakasih atas kearifan bupati Anna yang telah menyetujui pengunduran penertiban sampai sebulan.
Sebelumnya, pada pertengahan Maret tahun 2016 lalu, sebanyak 130 bangli di kawasan prostitusi yang disebut juga kawasan segitiga LA-Kalianyar-Legok, pernah diratakan. Nyaris seluruhnya adalah hunian pelacuran.
“Sekarang pun sama. Setelah dulu dibongkar, mereka bangun lagi, lalu dijadikan tempat prostitusi dan penjualan minuman keras.”, ungkap Camat Kandanghaur, Iim Nurohim, Jumat (9/6/2017). (Roby Cahyadi/Ihsan)