INDRAMAYU, (Fokuspantura.com),- Kemelut pembagian tambahan tunjangan pamong desa yang bersumber dari sewa Tanah Kas Desa (TKD) berupa Tanah Bengkok atau Carik, di Desa Anjatan Utara Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu, ditengarahi ada campur tangan orang tua Kuwu (Kepala Desa-red) Anjatan Utara.
Pasalnya, H. warga selaku orang tua Kuwu Anjatan Utara, Hj. Juhaenih yang disapa Hj. Juju, disinyalir menguasai TKD. Mulai dari mekanisme penyewaan tanah carik kepada penggarap hingga pengaturan pembagian tambahan tunjangan kepada para pamong desa.
Seperti diakui H.Warga ketika ditemui di Kantor Desa Anjatan Utara, beberapa waktu lalu, mengakui jika dirinya menyewakan kepada penggarap, termasuk mengamankan uang hasil sewa garapan tanah carik tersebut.
“Benar saya yang menerima uang sewa tanah carik dan kwitansinya saya yang menanda tangani, karena kalau diterima anak saya kawatir habis,” kata H. Warga, kepada fokuspantura.com.
Dikatakannya pula, untuk lelang tetap dipelaksanakan namun lelangnya dilakukan secara tertutup.
“Kalau lelang dilaksanakan secara tertutup,” ujarnya.
Terpisah, salah satu penggarap, H. Karsim, dikediamannya, mengatakan, untuk nilai sewa tanah carik seluas 3 bahu (kisaran 1,5 ha) pembayarannya langsung kepada H.Warga senilai 46.500.000 rupiah untuk garapan tahun 2025 dan pada tahun sebelumnya pun sama.
“Saya bayar ke H.Warga, 3 bahu sebesar Rp. 46.500.000 untuk dua musim garapan tahun ini, kemudian ditahun-tahun sebelumnya menggarap juga dan pembayarannya langsung kepada H.Warga pula,” terangnya.
Menyikapi permasalahan tersebut, Koordinator Forum Indramayu Menggugat (FIM), Renza Maulana Mahendra, mengatakan, pengelolaan Tanah Kas Desa, baik tanah bengkok/carik dan juga titisara, secara jelas diatur diatur dalam Perbup nomor 10 tahun 2020 tentang perubahan Perbup nomor 29.3 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Tanah Bengkok dan Tanah Titisara.
“Tata Cara Pengelolaan Tanah Bengkok dan Titisara sudah diatur dalam Perbup nomor 10 tahun 2020 tentang Perubahan Perbup nomor 29.3 tahun 2018,” ucap Renza, Sabtu 1 Pebruari 2025.
Renza mengungkapkan, secara gamblang dijelaskan dalam pasal yang tercantum pada Perbup tersebut, bahwa pengelolaan tanah bengkok dengan cara sewa garapan yang dilakukan dengan sistem lelang terbuka, bertempat di kantor desa. Kemudian lelang sewa garapan dilaksanakan setiap tahun dan hasil sewa garapan tanah bengkok digunakan untuk tambahan tunjangan kuwu dan pamong desa. Dan dana hasil lelang tersebut dimasukan kedalam kas desa.
Sedangkan yang terjadi di Desa Anjatan Utara, orang tua Kuwu yakni H.Warga, yang mengatur itu semua, mulai dari menawarkan sewa kepada penggarap, penerimaan dan menampung uang sewa, hingga pendistribusian penghasilan tambahan atau tunjangan tambahan kepada pamong. Itu artinya H. Warga selaku orang tua dari Kuwu bisa dikatagorikan menguasai Tanah Kas Desa dalam hal ini Tanah Bengkok/Carik.
“Apa yang dilakukan H.Warga selaku orang tua Kuwu Anjatan Utara, bisa dikatagorikan menguasai aset desa yakni TKD berupa tanah carik,” ungkapnya.
Renza menegaskan, apa yang dilakukan oleh Hj. Juju jelas melanggar ketentuan, karena kuwu itu sendiri telah memberikan peluang kepada keluarganya untuk memperkaya diri melalui salah satu aset desa yang semestinya dikelolah oleh Pemdes malah dipercayakan kepada orang tuanya.
“Kuwu Anjatan Utara, Hj. Juju telah melanggar ketentuan tentang tatacara pengelolaan tanah carik dan disinyalir memberi peluang terhadap keluarganya untuk mendapat keuntungan dari aset desa,” tegasnya. (Khaer/RC/FP).