JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Muhammadiyah menetapkan 1 Syawwal 1444 H jatuh pada tanggal 21 April 2023 Masehi. Ketetapan ini dapat dimaklumi oleh segenap kaum muslimin dan Pemerintah. Sebab, Muhammadiyah menganut Hisab Hakiki dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal (Idul Fitri).
Metode Hisab dipilih oleh Muhammadiyah berdasar pada QS. Yunus (10) ayat 5 yang menjelaskan bahwa bagi orang yang mau terus-menerus mencari ilmu.
Maka dalam menentukan jumlah bilangan tahun atau perubahan waktu haruslah didasarksn pada peredaran matahari dan bulan di porosnya masing-masing.
“Bahkan Allah menyebutnya bahwa cara ini tak lain kecuali kebenaran yang hakiki,” kata Ahmad Dahlan. Rabu (19/4/2023).
Menurutnya, bertalian dengan dampak sosial dan atau dampak sosio psikologis umat Islam di Indonesia akan terjadinya perbedaan penentuan 1 Syawwal 1444 H.
” Kami mohon dapat dikedepankan pemahaman bahwa kenyataan ini secara proses pemahaman agama adalah aspek furu’iyah yang memang terjadi di ruang ijtihadi,” ungkapnya.
Ia menegaskan, memang dan pasti hal ijtihadi menelurkan perbedaan kesimpulan hukum seiring perbedaan misalnya : Perbedaan penggunaan dalil atau perbedaan penggunaan metode istinbat (cara penarikan kepastian hukum) dan atau perbedaan cara berpikir ulama.
“Kami berharap kepada Pemerintah dan khususnya umat Islam yang menggunakan metode Rukyat untuk menentukan kepastian masuknya 1 Ramadhan atau 1 Syawwal, dapat berada faham bahwa hal ini adalah khilafiyah yang secara etik fiqih adalah ruang untuk menggembirakan umat karena mendapatkan pilihan dalam melaksanakan ajaran agama,” tuturnya.
Ahmad Dahlan juga menyampaikan, secara etik dalam kontek berkeumatan dan berkenegaraan, tentu perbedaan Idul Fitri pada Muhammadiyah dengan Pemerintah bukanlah suatu bentuk penolakan putusan Pemerintah tetapi merupakan ejawantah pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan sebagai proses memaknai agama Islam agar eksistensinya dapat berada di berbagai tempat dan zaman.
“Oleh karena itu, kami berharap Pemerintah tidak seperti melakukan rezimitasi paham agama karena khilafiyah dalam furu’ disepakati oleh ulama dapat diamalkan dan terdapat khasanah kemanfaatan. Pungkasnya.” Pungkasnya.(red)