Nama ini tak bisa dilepaskan dari sosok H. Irianto Mahfudz Sidik Syafiuddin atau Yance. Bukan hanya lantaran atau secara kebetulan Anna adalah isteri Yance, melainkan ia adalah sosok perempuan dibalik sukses besar Yance memimpin Kabupaten Indramayu selama 2 periode (2000 s/d 2010) menjadi bupati, dan berhasil membuat perubahan besar pasca reformasi.
Kemunculan Anna pada ajang pemilihan bupati (pilbup) tahun 2010, membawa amanat estafeta keberlanjutan visi menuju Indramayu yang Religius, Maju, Mandiri dan Sejahtera (Remaja), sempat dicemooh oleh sebagian kalangan masyarakat khususnya lawan politik. Anna dianggap sebagai ‘boneka’ dari suaminya. Kemunculannya sebagai Calon Bupati (Cabup) dinilai sebagai wujud hausnya kekuasaan dari suatu rezim politik dinasti.
Serangan itu tak membuat Anna gentar. Perempuan yang lahir dari pasangan H. Ahmad Ajiddin dan Hj. No’anih di Desa Singaraja sekira 59 tahun lalu itu mampu menunjukkan kegigihannya sekalipun ia berangkat dari seorang ibu rumah tangga. Namun bukan berarti Anna tak pernah mengenyam pengalaman berpolitik.
Sebagai sosok di balik kesuksesan tokoh sekaliber Yance, tentu banyak kiprah Anna yang mendorong sekaligus menginspirasi keberhasilan Yance. Ini tak terbantahkan dan diakui sendiri oleh Yance. Sekalipun secara berseloroh Yance yang pernah menduduki pucuk pimpinan Partai Golkar Jawa Barat sempat mengatakan soal kemampuan isterinya itu yang sekedar seorang ibu rumah tangga.
Tetapi publik terutama kalangan pendukung Yance jeli dalam melihat potensi sosok perempuan yang murah senyum tersebut sebagai pemimpin yang dapat diandalkan. Mereka pun mendesak Yance dan keluarganya untuk merelakan ‘Sang Ibu’ menjadi pemimpin dan ‘ibu’ bagi masyarakat Kabupaten Indramayu. Terbukti, setelah terpilih sebagai wakil rakyat pada pemilu legislatif yahun 2009, Hj. Anna Sophanah berpasangan dengan H. Supendi secara mutlak terpilih sebagai bupati dan wakil bupati hingga dua periode (2010 s/d 2020).
Saat pertama kali maju sebagai Cabup Indramayu tahun 2010, tercatat dalam persyaratan pendidikan minimal di Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, ijazah yang digunakan Anna Sophanah adalah hasil ujian persamaan setingkat SMA. Hal ini lalu dicurigai oleh lawan politiknya sebagai ijazah palsu. Bahkan kasus ini diadukan ke kepolisian.
Tetapi isu ijazah palsu yang sempat mencuat itu meredup dengan sendirinya, karena terbukti tidak benar dengan adanya pernyataan dari Dinas Pendidikan Jawa Barat yang menyatakan ijazah tersebut otentik serta bisa dipergunakan semestinya. Geger soal ijazah palsu justeru membuat Anna Sophanah semakin bertekad meraih jenjang pendidikan yang lebig tinggi.
Walhasil, di tengah kesibukannya menjalankan roda pemerintahan daerah, ibu dari tiga orang anak tersebut menempuh jalur S-1 di Fakultas Hukum Universitas Wiralodra (Unwir) Indramayu. Pemimpin Indramayu dengan kesederhanaannya itu pun berhasil menunjukkan kepada rakyatnya agar tidak mudah menyerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Anna mampu memberi contoh bagaimana meraih derajat pendidikan yang lebih tinggi, tak peduli siapapun dia apapun jabatannya dapat dilakukan. Anna Sophanah dalam usianya yang sudah mengunjak 58 tahun berhasil meraih gelar akademik sebagai Sarjana Hukum pada tahun 2016 lalu. (FAS)