SLAWI, (Fakospantura.com),- Lis Aeni Azizah merupakan sosok pemerhati seni budaya yang hingga saat ini masih berkomitmen mengabdikan dirinya pada pengajaran seni tari, dan musik. Sebagai bentuk komitmen pengembangan pendidikan seni tari dan musik, guru bidang studi seni budaya ini terus melakukan kajian – kajian ilmiah tentang kesenian. Bahkan dirimya selalu menyempatkan diri mendatangi tokoh dan pakar seni tari dan musik secara langsung.
“Apa yang saya peroleh tentu untuk kepentingan anak didik, sekaligus membranding SMP Negeri 17 Kota Tegal supaya lebih dikenal kreatifitas seni budayanya. Oleh karena itu, saya terbuka melakukan kemitraan dengan para seniman dan budayawan” ujar Liz Aeni Azizah.
Wujud komitmen kecintaannya pada sang maestro seni tari Endel Sabtu (3/2) pekan lalu Ia menyempatkan diri menemui secara langsung, Sawitri dilokasi Festival Bumijawa di desa Cempaka Kec. Bumijawa Kab. Tegal. Ketertarikannya pada seni tari Endel yakni kegenitan dan kalincahannya yang menjadi ciri khas tari Topeng Endel.
“ Sesuai dengan namanya Endel, yang dalam bahasa Tegalan artinya kenes atau genit.” ungkap Lis
Dikatakan, gerak penarinya seakan menggambarkan percumbuan penari dengan bayangan sang pangeran. Namun semuanya berlangsung lembut, dalam kesunyian diri dan jauh dari desahan erotis. Gerak penari Topeng Endel lebih banyak mengikuti hentakan gamelan. Menghanyutkan, mampu menghipnotis siapa saja yang menikmatinya.
“ Inilah sebuah tarian seksi namun jauh dari kesan murahan atau bahkan pornografi “ katanya
Topeng Endel menurutnya adalah bentuk topeng wanita dengan kostum endel yang mirip penari Gambyong. Tariannya diiringi gending lancaran ombak banyu laras slendro manyuro Tari ini pertama dikenalkan oleh Sawitri, ungkap Lis Aeni sambil memegang erat tangan Sawitri sang maestro tari Endel
Disisi lain digambarkan tari Endel menurutnya adalah tarian yang mencerminkan sosok wanita Jawa di masa mendatang. Wanita Jawa memang terkenal dengan sikap halus , lembut keibuan dan bahkan sangat penurut, namun ini sering sidalahpahamkan sehingga menimbulkan kesan bahwa wanita Jawa adalah wanita terjajah. Seyogyanya perempuan Jawa adalah wanita yang dinamis , luwes namun tidak meninggalkan “trapnya” sebagai seorang perempuan sebagaimana mestinya.
“Hal yang membanggakan saya, Ibu Sawitri ini masih bersedia mewariskan ilmunya kepada generasi muda sekarang” ujarnya.
Hal yang menarik menurut Lis Aeni yakni, ketekunan seorang Sawitri yang selalu terpancar untuk terus melanjutkan keberadaan tarian ini. Ia tidak ingin tari Endel menghilang dari peradaban seni nasional yang tidak bisa dipungkiri di jaman sekarang keeksisan tarian daerah mulai luntur ditelan oleh kebudayaan masyarakat yang baru yaitu budaya moderen.
Sebagai tari tradisional asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, tari Endel juga tercatat di Museum Rekor Indonesia (Muri), sebagai tarian dengan peserta terbanyak, Pencatatan rekor itu setelah sebanyak 1.700 penari unjuk kebolehan dihalaman Kantor Pemkab Tegal, dalam rangka memperingati HUT ke-470 Tegal.
Para penari yang semuanya wanita merupakan siswa SD yang ada di seluruh Kabupaten Tegal. Dalam pergelaran tari Endel, semua penarinya menggunakan topeng yang sebelumnya dipesan dari Sanggar Satria Laras, milik dalang kondang Ki Enthus Susmono. Ki Enthus mengatakan Endel merupakan tari tradisional khas Tegal..