JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penyidikan perkara kasus dugaan suap pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu tahun 2019. Tak main-main, penyidik KPK memanggil sembilan orang saksi untuk melengkapi berkas penyidikan terhadap tersangka Supendi, bupati Indramayu nonaktif.
“Sembilan saksi diperiksa untuk tersangka SP (Supendi),” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (7/11/2019).
Sembilan saksi yang diperiksa itu antara lain:SGY (Direktur BPR Karya Remaja Indramayu), SDJ(Driver), HS(PNS Sekda Kabupaten Indramayu),FM(PNS/Staf Dinas PUPR Kabupaten Indramayu),MHD(Swasta)IDK(CV Karya Bima)RIP (PT Sumber Mega Utama), SNT(CV Inka Abadi)dan NH(PT Alfindo Wijaya Mandiri)
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 10 saksi dalam penyidikan kasus suap terkait pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu tahun anggaran 2019. Mereka dijadwalkan diperiksa pada Jumat (1/11/2019) untuk tersangka Bupati Indramayu nonaktif Supendi (SP).
“Hari ini, KPK mengagendakan pemeriksaan 10 saksi untuk tersangka SP dalam tindak pidana korupsi suap tersebut,” ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Pemeriksaan terhadap mereka dilakukan di Polres Cirebon Kota. Sepuluh saksi itu, yakni Direktur PT Majoma Surya Abadi MHS, Direktur CV Sumber Sedayu BDR, Direktur PT Wijaya Putra Parahiyangan DJ, Direktur CV Wanara Indah YW dan Direktur CV Putri Jaya Mandiri JAS.
Selanjutnya, Direktur CV Saka Karya Nawawi KSD Direktur PT Ghissani Bangun Sejahtera AFA, CV Bromo Karya Teknik SDK, dan Staf Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten BDM.
Dalam kasus dugaan suap terkait dengan pengaturan proyek di lingkungan Pemkab Indramayu, KPK menetapkan empat tersangka, yakni tiga orang sebagai penerima masing-masing Supendi, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu OMS, dan Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu,WT dan seorang lagi sebagai pemberi, yakni CRS dari pihak swasta.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan pemberian yang dilakukan CRS pada SP dan pejabat Dinas PUPR diduga merupakan bagian dari komitmen fee 5 sampai 7 persen dari nilai proyek.
“SP diduga menerima total Rp200 juta, yaitu pada bulan Mei 2019 sejumlah Rp100 juta yang digunakan untuk THR, 14 Oktober 2019 sejumlah Rp100 juta yang digunakan untuk pembayaran dalang acara wayang kulit, dan pembayaran gadai sawah,” kata Basaria.
Kedua, Kadis PUPR, OMS diduga menerima uang total Rp350 juta dan sepeda dengan perincian dua kali pada bulan Juli 2019 sejumlah Rp150 juta, dua kali pada bulan September 2019 sejumlah Rp200 juta, dan sepeda merek NEO dengan harga sekitar Rp20 juta.
“WT diduga menerima Rp560 juta selama lima kali pada Agustus dan Oktober 2019,” ujar Basaria lagi.
Ia menyatakan uang yang diterima OMS dan WT diduga juga diperuntukkan kepentingan SP, pengurusan pengamanan proyek, dan kepentingan sendiri.
Sebagai penerima, SP, OMS dan WT disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, CRS disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hingga berita ini ditulis, KPK belum menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut, kendati dari hasil pendalaman bakal menetapkan tersangka baru. Namun hingga kini rilis resmi belum disampaikan.