Aksi masa yang terdiri dari nasabah BPR Karya Remaja (KR) Indramayu, Mahasiswa dan sejumlah aktifis tersebut, mendesak pihak legislatif agar mengambil langkah kongkrit guna mendorong percepatan penyelesaian masalah BPR KR, terkait uang nasabah penyimpan yang belum juga dicairkan.
Sementara sejumlah mahasiswa Indramayu, menyikapi kondisi BPR KR yang tidak sehat, menyimpulkan Bupati Indramayu selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) dinilai lamban dalam mengambil sikap.
Salah satu Mahasiswa Indramayu, Rohman Firdaus, mengatakan, sebelumnya Bupati Indramayu meluncurkan 10 program unggulan yang salah satunya adalah I-Ceta (Indramayu Cepat Tanggap) yang bertujuan merespon segala bentuk permasalahan yang disampaikan masyarakat untuk kemudian ditindak lanjuti secara cepat, namun faktanya berkaitan dengan kasus BPR KR, program I-Ceta tersebut tidak berjalan, karena sampai dengan saat ini nasabah BPR KR belum bisa menarik dana yang mereka simpan, padahal KPM dari BPR tersebut adalah Bupati Indramayu sendiri, semestinya tanggap dan segera menyelesaikan.
“Salah satu program Bupati adalah I-Ceta, namun ketika nasabah BPR KR mendapatkan masalah malah dibiarkan berlarut-larut,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Aliansi BEM Nusantara Indramayu, Sofyan, mengungkapkan, BPR KR sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) artinya Bupati selaku KPM seharusnya bisa mengambil kebijakan yang lebih kongkrit, bukan hanya sebatas mengandalkan dana penarikan dari debitur saja, melainkan bisa melakukan kebijakan sumber dana dari yang lain, seperti penyertaan modal atau dana talangan, sesuai kewenanganya selaku kepala daerah sekaligus KPM.
“Kami turut prihatin atas apa yang menimpa para nasabah dan berharap permasalahan tersebut cepat terselesaikan,” ungkapnya.
Senada, Mahasiswa Fisip Universitas Siliwangi Tasikmalaya, yang juga warga Indramayu, Eggy Husran Nafis, menyoroti, jika permasalahan BPR KR sarat kepentingan politik sehingga jika berbicara politik praktis, maka BPR ini dijadikan alat untuk saling sikut menyikut pada momentum Pemilu 2024, untuk bagaimana tampil dengan berambisi seolah membela rakyat, padahal pada dasarnya apa yang dilakukan tersebut mengesampingkan kepentingan dan keresahan rakyatnya.
“BPR KR dijadikan momentum kepentingan politik bagi mereka yang bermain disana untuk ambisi kepentingan 2024, sehingga bersikap seolah membela kepentingan rakyat,” tegasnya.
Kemudin lanjut Eggy, semestinya Pemda bisa menyuntik anggaran untuk BPR KR karena yang terpenting adalah menyelesaikan permasalahan nasabah dan untuk selanjutnya bagaiamana BPR ini masih tetap berjalan dan masyarakat tetap mendapatkan haknya, sebab permasalahan BPR ini memiliki impac yang sangat luas terhadap segala bentuk permasalahan bukan hanya ekonomi saja melainkan permasalahan pendidikan dan kesehatan terdampak pula, karena uang yang disimpan di BPR tersebut sebetulnya akan digunakan oleh nasabah untuk modal pertanian atau usaha dan juga biaya pendidikan ataupun keperluan pengobatan.
“Untuk itu kesampingkan dulu praktek politik praktisnya, prioritaskan apa yang menjadi keresahan rakyat,” kata mahasiswa yang lahir dan dibesarkan di Indramayu tersebut.
Eggy juga mengatakan, jika berbicara anggaran, Indramayu dengan besaran APBD kisaran 3,3 triliun per tahun, seharusnya bisa diatur dengan porsi-porsi yang dibutuhkan sesuai dengan rencana strategis selama periode jabatan lima tahun dan Indramayu dengan segala potensi yang ada, hendaknya bisa dikembangkan untuk mensejahterahkan rakyat, dengan cara bagaimana melakukan pembinaan dan penyaluran potensi sumber daya manusia, kemudian DPRD selaku pemegang kekuasaan legislatif melakukan cek and balancing terhadap eksekutif, dimana secara konstitusional DPRD bisa melakukan hak angket, memberikan petisi bahkan melakukan mosi tidak percaya terhadap eksekutif, itupun kembali kepada keberanian legislatif itu sendiri.
“Sekarang masyarakat sudah hadir disini, tinggal bagaimana DPRD mengambil langka kongkrit secara konstitusional,” pungkasnya.