INDRAMAYU,(Fokuspantura.com),- Pasca jajaran Polres Indramayu melakukan penangkapan terhadap oknum kurir Lapas II B Indramayu diduga sebagai perantara bisnis Narkoba beberapa hari yang lalu, mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, pasalnya keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenkumham jelas – jelas telah mencederai institusi yudikatif.
Advokat dan Pengurus GNPK RI Propinsi Jawa Barat, Martono Maulana, mengatakan penangkapan Kurir Lapas II B Indramayu menjadi perbincangan baik dari kalangan praktisi hukum maupun dari masyarakat bahkan dari pejabat Kemenkumham itu sendiri, dimana keberadaan oknum ASN yang berdinas di lapas di tangkap oleh anggota Satuan Resnarkoba Polres Indramayu, adalah pukulan ternerat.
“Pada saat menjalankan misinya menjadi kurir bisa di kendalikan oleh warga binaan lapas Indramayu, yang menjadi pertanyaan semua pihak apakah di dalam lapas masih ada HP untuk komunikasi, sementara sebelumnya juga telah dilakukan razia,” tuturnya dalam rilis yang diterima, Rabu(6/3/2019).
Terlepas dari itu, kata Yoga panggilan akrab Mulyono Martono, sisi hukum tentunya ini perlu adanya penegakan hukum yang ekstra, mengingat pelaku merupakan terpidana dengan kasus yang sama dan yang menjadi kurir merupakan oknum yang seharusnya membina bukan terbina, dalam artian ekstra disini diperlukan adanya hukuman yang maksmal bagi pelaku tindak pidana ini.
“Terlepas kurir anggota ASN ini positife atau negatife namun sebagai pembina seharusnya tidak terbina oleh warga binaan,”imbuhnya.
Ia menegaskan, dalam menyikapi hal ini tentunya Dirjen Lapas perlu mengambil langkah kongkrit dan kebijakan yang tegas, melakukan kontrol secara terus menerus untuk warga binaan, terlepas dari pelakunya, maraknya peredaran narkoba di NKRI ini langsung atau tidak langsung ada andil penegak hukum baik dari Polri, Kejaksaan maupun Hakim.
“Saya pribadi tidak sepenuhnya sepakat dengan pernyataan advokat senior Otto Hasibuan dalam acara ILC yang mengatakan pengguna narkoba dianalogi orang sakit yang perlu di obati, dan tidak perlu di tahan,” tukasnya menirukan pendapat.
Ia menambahkan, komentar beliau dalam acara ILC menyangkut penahanan Andi Arief, tentunya tidak semua pengguna murni pengguna dan tidak semua pengguna sakit, jika penerapan yang di lakukan mengedepankan rehabilitasi sebagaimana pernyataannya, ini riskan tersangka melarikan diri dan akan menimbulkan permasalahan dan menciptakan oknum, dimana tidak menutup kemungkinan seorang kurir atau bandar akan di terapkan pasal 127 pengguna alhasil tidak di tahan.
“Kami sepakat jika murni pengguna bisa di terapkan pasal 127 dan inipun perlu assessment dari BNN,”tuturnya.
Ia ingat betul setelah di undangkannya UU ini pihak kepolisian memberikan kesempatan kepada pengguna narkoba(korban/sakit) untuk melaporkan diri ke BNN atau kepolisian setempat dan untuk mendapatkan rehabilitasi.
Lantas langkah apa yang mesti di lakukan, ini perlu adanya kesamaan visi dari lembaga penegak hukum seperti Polri, BNN, Kejaksaan, Hakim dan lembaga pemasarakatan dalam menjalankan fungsinya masing masing dengan sebenar benarnya sebagaiamana amanat undang undang.
Tentunya, kata Yoga, di tubuh Polri tidak mudah mengatakan tersangkanya murni pengguna pasal 127 karena berbagai kemungkinan bisa terjadi di balik pasal 127. Untuk Kejaksaan dalam penerapan tuntutanpun tidak dengan tuntutan tunggal pasal 127. Hakim juga dalam memutuskan perkara harus sesuai dengan fakta persidangan tidak mudah memutuskan pasal 127.
Disamping itu, perlu adanya andil masyarakat untuk melaporkan setiap adanya informasi yang berkaitan dengan menggunakan oknum maupun lainnya, yang tak kalah penting langkah cepat dalam penerapkan hukuman mati bagi terpidana yang sudah mengajukan langkah langkah hukum banding, kasasi dan PK yang di tolak,
“Kami sepakat pengguna tidak menutup kemungkinan kemudian menjadi pengedar, maka dari itu perlu adanya langkah yang kongkrit dan terstruktur untuk menyikapi kejahatan narkoba ini dan laporkan kepada penegak hukum setiap adanya informasi apapun yang merugikan masyarakat,”pungkas Yoga.
Sementara itu, Kepala Lapas Indramayu, Sulistyardi mengatakan sebelum adanya kejadian oknum Sipir yang tertangkap jajaran Polres Indramayu, pihaknya sudah melakukan pemusnahan barang bukti hasil penggeledahan dari tanggal 17 September 2018 s/d 20 Februari 2019 lalu. Ini berarti saat operasi penggeledahan tak ditemukan tanda – tanda adanya penyimpanan barang yang menjadi target operasi Halinar seperti sabu atau barang Narkoba yang dilarang.
Menurutnya, penggeledahan itu sendiri dilakukan secara kontinyu serta dilaksanakan dalam waktu dan sasaran secara acak sebagai antisipasi kebocoran. Pemusnahan barang bukti dilaksanakan sebagai bentuk komitmen Lapas Kelas IIB Indramayu menuju WBK dan WBBM
Ia menegaskan, dalam usaha pembersihan lapas dari hal – hal negatif, pihaknya sangat sadar tidak dapat dilakukan sendiri, maka pihaknya meminta bantuan kepada instansi terkait termasuk juga dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana.
“Kamis,21 Februari 2019 kami lakukan apel untuk mengingatkan kepada seluruh karyawan – karyawati agar tidak segan-segan menginformasikan bila mendapati di tempat kita (lapas) ada praktek – praktek yang terkait Halinar (HP, Pungli dan Narkoba),”tuturnya.
Dalam kegiatan tersebut, pihaknya mengundang Polres Indramayu dan Kejaksaan Negeri Indramayu sebagai bentuk komitmen membantu lapas untuk kegiatan bersih – bersih dari HALINAR tersebut.
Ia mengaku terpukul atas kejadian yang merusak citra institusi yang seharusnya bahwa tugas pokok pegawai Lapas adalah memberikan pembinaan kepada Napi, tapi yang dilakukan bukan pembinaan tapi pengrusakan.pihaknya langsung memberikan sanksi tegas kepada Aparatus Sipil Negara (ASN) oknum Sipir yang tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
“Untuk sanksi terhadap yang bersangkutan, Tim pemeriksa kepegawaian telah bekerja dan membuat laporan secara berjenjang maka pemberi sanksi hukuman kepegawaian dari kementerian,”tandasnya