JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan apresiasi atas pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim hingga viral beberapa hari belakangan ini melalui media social saat menyampaikan pidato Hari Guru Nasional (HGN) setiap tanggal 25 Nopember.
“KPAI mengapresiasi pidato Mendikbud Nadiem dalam rangka memperingatai Hari Guru Nasional tahun 2019 yang ditulis dengan gaya Bahasa milenial dan tidak bertele-tele. Isi pidato memberikan harapan perubahan, karena Menteri Nadiem berjanji akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia. Perjuangan yang sudah pasti tidak mudah,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyari melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin (25/11/2019).
Menurutnya, menanggapi pidato Mendikbud, rata-rata di respon positif oleh para milineal yang umurnya memang tidak jauh dari usia Menteri. Apa yang dikemukan Mendikbud sebenarnya bukan barang baru, karena berpuluh tahun yang lalu, Ki Hajar Dewantara juga mendeskripsikan sekolah sebagai taman. Taman diartikan sebagai tempat yang menyenangkan karena luas, banyak bunga, bisa bermain, berlarian, bergurau dan belajar, sehingga pergi ke sekolah itu adalah hal yang dinanti setiap anak karena membahagiakan dan memerdekakan.
Ia menjelaskan, Pada setiap 25 November, seluruh sekolah di Indonesia merayakan Hari Guru Nasional (HGN), biasanya akan didahului dengan upacara peringatan HGN, baru kemudian para siswa berebut memberikan ucapan kepada para gurunya dan memberikan hadiah berupa bunga dan coklat ke guru-guru yang mereka anggap favorit.
“Pada tahun 2019 ini, peringatan HGN dihebohkan oleh viralnya naskah pidato Mendikbud Nadiem yang ditulis sekitar 2 halaman yang intinya adalah mendorong para guru melakukan pembelajaran yang menyenangkan dan memerdekakan di ruang-ruang kelasnya,” tuturnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada momentum Hari Guru Nasional menyampaikan ucapan “Selamat memperingati Hari Guru Nasional bagi Seluruh pendidik di Indonesia” yang sudah mendedikasikan ilmunya bagi seluruh anak didiknya.
Menurutnya, perjuangan guru, sejatinya tidak berhenti di level pidato tetapi harus dimulai dengan langkah nyata, bukan hanya memulai dari para guru, tetapi harus dimulai dari regulasi setingkat Permendikbud, bisa memulai dengan membuat Pemendikbud yang menghapus berbagai beban administrasi guru, sehingga para guru dapat lebih berkosentrasi memperhatikan dan mendampingi anak-anak didiknya belajar Keragaman peserta didik dapat dilayani dengan baik oleh para guru, bukan di seragamkan. Setiap anak adalah individu yang unik.
Dalam pidato Mendikbud pada halaman kedua paragraf ke tiga ada dua kata “kemerdekaan belajar”. Dua kata ini sejatinya memang harus tercipta di kelas-kelas di seluruh Indonesia. Kemerdekaan belajar harus dimulai dengan membangun budaya demokrasi di sekolah, saling menghargai perbedaan dan menghormati hak asasi manusia (HAM) setiap orang, siapapun dia, guru maupun murid dan seluruh warga sekolah.
Menghargai HAM berarti tidak mentolerir kekerasan atas nama mendidik dan mendisiplinkan peserta didik. Tidak ada hukuman fisik dan tidak ada sanksi yang bersifat kejam. Tidak dibenarkan adanya kekerasan dan bullying di sekolah, baik dilakukan oleh kepala sekolah, guru, orangtua siswa dan peserta didik.
“Dengan demikian, anak-anak terlindungi selama berada di sekolah, pembelajaran dapat berlangsung dengan aman dan nyaman,” pungkasnya.