BANDUNG,(Fokuspantura.com),- Proses penyidikan kasus dugaan korupsi anggaran bantuan Propinsi Jawa Barat tahun 2019 sebesar Rp15 miliar untuk pelaksanaan pembangunan penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, memasuki babak baru. Pasalnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Kepala Dinas Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu, S berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-911/M.2.1/Fd.1/09/2021 tanggal 20 September 2021, Tersangka BSM selaku Kepala Bidang Kawasan Permukiman Pada Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kab. Indramayu, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-912/M.2.1/Fd.1/09/2021 tanggal 20 September 2021, Tersangka PPP selaku Direktur Utama PT. MPG, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-913/M.2.1/Fd.1/09/2021 tanggal 20 September 2021 serta tersangka N selaku Pihak Swasta/Makelar, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-914/M.2.1/Fd.1/09/2021 tanggal 20 September 2021.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi, Propinsi Jawa Barat, Dodi Gazali Emil, mengungkapkan, pengungkapan kasus dugaan korupsi pembangunan RTH Jatibarang bermula pada tahun anggaran 2019 Kabupaten Indramayu mendapat bantuan dari Propinsi Jawa Barat untuk Kegiatan Pelaksanaan Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Taman Alun-Alun Kabupaten Indramayu sesuai dengan DPPA SKPD pada Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu sebesar Rp 15.miliar terdiri dari 3 pagu anggaan yakni Konsultan Perencanaan, Konsultan Pengawas dan Pelaksana.
FOKUS BACA INI JUGA : Diduga Korupsi RTH Jatibarang, Kejati Jabar Tahan Dua Pejabat Indramayu
Di dalam anggaran tersebut, kata Dodi, untuk jasa konsultan perencana dan konsultan pengawas telah terjadi pinjam bendera di mana tersangka N meminjam bendera dan hal tersebut diketahui oleh Tersangka BSM selaku PPK. Anggaran untuk jasa konsultan perencana dan pengawas telah dibagi oleh Tersangka N kepada Tersangka BSM dan Tersangka S selaku Pengguna Anggaran (PA).
Dalam pelaksanaan atau fisik pekerjaan setelah habis kontrak tersangka S selaku PA atau Kepala Dinas, diduga telah memanipulasi data seolah-olah pekerjaan fisik sudah 100 persen agar dijadikan pengakuan hutang kepada pihak kontraktor.
“Pembayaran termin 100 persen ada dokumen yang direkayasa tandatangan dan dokumen tersebut dibuat seolah-olah mundur,” katanya dalam siaran pers yang diterima Fokuspantura.com, Rabu,(29/9/2021).
Adapun peran Tersangka PPP selaku penyedia jasa (kontraktor) diduga telah mengurangi volume dan spesifikasi seperti yang tertuang dalam kontrak sehingga terjadi kekurangan volume dan tidak sesuai spek yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar sekitar Rp 2 Miliar dari nilai kontrak Rp 14 Miliar.
“Terhadap Tersangka PPP dan Tersangka N akan dilakukan pemunduran waktu pemeriksaan tersangka sesuai dengan Surat Permohonan waktu pemunduran pemeriksaan yang disampaikan oleh Kuasa Hukum masing-masing tersangka,” terangnya.