
Oleh : Ganjar Darussalam S.Pd *)
ABSTRAK
Notaris adalah sebagai pejabat publik yang melandasi kebutuhan masyarakat dalam pelayanan membuat akta autentik sebagai suatu alat bukti pengikat. Namun peran notaris dalam memberikan suatu pelayanan hukum kepada masyarakatnya di kehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk memberikan pelayanan dan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik. Di dalam perihal penandatanganan akta notaris yang dilakukan di luar dari kantor ataupun tempat kedudukan notaris tersebut sepanjang masih di wilayah jabatannya maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorisasikan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan telah sesuai peraturan perundang-undangan. Namun penandatanganan akta di luar kantor harus tetap memperhatikan ketentuan Pasal 19 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN). Jika ketentuan dalam pasal ini tidak terpenuhi maka mengakibatkan Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin nanti akan timbul dikarenakan akta notaris terdegradasi di bawah tangan. Artinya walaupun tidak melanggar dari segi kekuatan hukum namun Ada kemungkinan timbul resiko dan konsekuensi hukum yang dibebankan kepada pihak notaris tersebut bahwa penyelenggaraan akad baik jual beli maupun akad lainnya dapat menimbulkan masalah yang mungkin berpotensi terjadi yang menjadi konsekuensi Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu sendiri dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum yang memiliki sanksi dan kode etik tertentu yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana konsekuensi hukum yang didapatkan oleh Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) jika Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut menyelenggarakan atau berlangsungkan akad di luar dari tempat kedudukan/kantor notaris tersebut.
Kata Kunci : Konsekuensi Hukum, Notaris, Kode Etik, Pasal 19 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN)
ABSTRACT
A notary is a public official who serves the needs of the community in the service of making authentic deeds as a binding evidence. However, the role of a notary in providing legal services to the community is required by law with the aim of providing services and assistance to the community who need authentic written evidence. In the case of signing a notarial deed carried out outside the office or the notary’s place of office as long as it is still in his/her area of office, the act cannot be categorized as an act that violates the law and is in accordance with laws and regulations. However, signing a deed outside the office must still pay attention to the provisions of Article 19 Paragraph 3 of Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notary (UUJN). If the provisions in this article are not met, it will result in a Notary/Land Deed Making Official (PPAT) being responsible for losses that may arise later due to the notarial deed being degraded underhand. This means that even though it does not violate the legal force, there is a possibility of risks and legal consequences imposed on the notary that the implementation of the sale and purchase agreement or other agreements can cause problems that may potentially occur which are the consequences of a Notary/Land Deed Official (PPAT) himself in carrying out his profession as a public official who has certain sanctions and codes of ethics regulated in the Notary Position Law (UUJN). This study will discuss the legal consequences obtained by a Notary/Land Deed Official (PPAT) if a Notary/Land Deed Official (PPAT) organizes or carries out an agreement outside the notary’s domicile/office.
Keywords: Legal Consequences, Notary, Code of Ethics, Article 19 Paragraph 3 of Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position (UUJN)
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan perekonomian Indonesia yang
semakin pesat maka berdampak pada kebutuhan khusus terhadap suatu legalitas formal bagi masyarakat baik dalam hal hubungan antar warga negara maupun hubungan dengan lembaga pemerintah. Dengan adanya keberadaan notaris yang menjabat di suatu kedudukan wilayah maka dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam membuatkan fakta autentik sebagai suatu alat bukti pengikat. Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di dalam menjalankan profesi sebagai pejabat publik yang bertugas dalam memberikan pelayanan pembuatan akta kepada masyarakat harus berpegang teguh pada ketentuan yang diatur dalam undang-undang jabatan notaris dan juga harus berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam kode etik notaris Oleh karena itu tanpa adanya aturan tentang kode etik maka tidak adanya profesionalitas Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada notaris tersebut.
Namun yang menjadi peran notaris itu sendiri yaitu memberikan pelayanan kepentingan umum dalam rangka pembuatan akta dan tugas-tugas lain yang membutuhkan legalitas hukum. Hal ini disebabkan karena sebuah akta yang diterbitkan oleh pihak notaris dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu kepatuhan hukum dan kesadaran yang penuh dari Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena dengan adanya tindakan hukum yang dilakukan Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memiliki implikasi yang sangat luas beserta dampak hukum yang berjangka panjang Oleh karena itu dibutuhkan suatu keprofesionalitasan dan ketelitian dari pihak notaris agar jangan sampai di suatu saat dengan terjadinya suatu akad di luar kantor maupun di luar wilayah kedudukan maka berdampak pada gugurnya suatu kepastian hukum yang memiliki kekuatan untuk terpenuhinya suatu kebutuhan masyarakat dalam kekuatan hukum suatu objek yang di aktakan. Di satu sisi Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Harus Memiliki fleksibilitas terhadap memberikan pelayanan publik masyarakat dalam membuat akta otentik sehingga dapat memudahkan masyarakat tersebut dalam memenuhi kebutuhan hukum yang berlegalitas tinggi sehingga ketika kebutuhan hukum tersebut terpenuhi maka dapat mereduksi kemungkinan kemungkinan terjadinya gugatan, penuntutan, dan masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan persengketaan kepemilikan, perikatan, kerjasama, perjanjian dan lain sebagainya. Namun disisi yang lain nilai moralitas Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sangat diperlukan agar menjunjung tinggi kepatuhan hukum karena agar dapat mereduksi kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang atas jabatannya sehingga hal tersebut sangat dijaga oleh notaris sesuai dengan aturan yang telah berlaku. Oleh karena itulah seharusnya Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan penuh kesadaran dapat memberlakukan dengan sempurna suatu kode etik Notaris agar dapat membatasi tindakan tindakan yang diluar dari ruang lingkupnya.
Kode etik notaris ditetapkan oleh pihak Ikatan Notaris Indonesia yang mana sebagai suatu organisasi induk profesi notaris di Indonesia yang telah berbadan hukum dan disahkan oleh menteri hukum dan HAM. Dalam ketentuan pasal 82 ayat 1 undang-undang jabatan notaris yang menyebutkan bahwa notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi notaris. Hubungan antara profesi notaris dengan organisasi Ikatan Notaris Indonesia diatur dalam kode etik Notaris yang terdapat unsur kewajiban larangan, pengecualian serta saksi yang akan dijatuhkan kepada notaris apabila melakukan pelanggaran terhadap suatu kode etik notaris tersebut. Sehingga konsekuensi hukum notaris dalam pelaksanaan akad jual beli di luar tempat kedudukan akan semakin terasa Riskan jika hal tersebut dilakukan dengan tidak mendasarkan pada urgensi dan kepentingan yang sangat mendesak. Oleh karena itulah penulis mencoba membongkar apa saja konsekuensi hukum notaris dalam pelaksanaan akad jual beli di luar tempat kedudukan.
PEMBAHASAN
Di dalam menjaga kefleksibilitasan dalam pelayanan yang maksimal dari Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), terkadang harus mampu melakukan sesuatu yang di luar kapasitas dan ruang lingkupnya sehingga kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat yang membutuhkan jasa notaris dalam pembuatan akta otentik dapat terpenuhi secara efektif dan efisien. alhasil dengan di penuhinya hal tersebut dapat meningkatkan rasa kepercayaan antara pihak notaris dengan pihak masyarakat sebagai Konsumen/Kliennya.
Oleh karena itu Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membutuhkan langkah-langkah pintas yang menurutnya selama tidak terlalu menerobos kaidah-kaidah hukum atau selama hal tersebut tidak keluar dari jalur hukum maka langkah demi langkah tersebut diambil olehnya walaupun berdampak pada konsekuensi hukum yang akan diterima oleh dirinya nanti. Di samping berdirinya kode etik dan undang-undang jabatan notaris maka Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga harus dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakatnya dalam penggunaan jasanya sehingga dapat terpenuhinya suatu Hubungan simbiosis mutualisme yang erat antara klien/Konsumen/Kliennya dengan Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Karena dengan terjalinnya hubungan baik antara Konsumen/Klien dengan Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maka dapat meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat juga bahwa Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut terpercaya dapat memberikan pelayanan yang baik dan sesuai yang dibutuhkan. Namun di balik kepuasan Konsumen/Klien yang diberikan oleh Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) apakah terdapat resiko dan konsekuensi hukum yang akan diterima oleh dirinya jika di waktu yang akan datang ada pihak yang melakukan gugatan ataupun penuntutan hukum,? Maka pastinya keabsahan pembuatan akta tersebut dipertanyakan oleh aparat penegak hukum maupun majelis hakim dalam persidangan hukum acara perdata.
Pasal 19 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN)
Jika kita perhatikan dari Pasal 19 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi:
Pasal 19 Ayat 3
“….Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya….”
Atas adanya kalimat pasal dalam pasal 19 ayat 3 undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris dapat ditafsirkan bahwa Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak memiliki wewenang secara berturut-turut menjalankan jabatan notarisnya di luar tempat kedudukan artinya maka hal tersebut masih dapat memiliki keabsahan hukum jika di lakukan. sehingga berdampak juga pada akta notaris yang diakadkan sehingga dapat memiliki keabsahan juga. Oleh karena itu pada umumnya jika hal tersebut tidak dilakukan secara berturut-turut/ atau jarang dilakukan maka perbuatan hukum tersebut tidak menjadi masalah dan juga tidak dapat menimbulkan tuntutan atau gugatan mengenai keabsahan hukum jika ada masyarakat lain, aparat penegak hukum , atau ahli/pakar hukum yang mempertanyakannya. Sehingga hal tersebut sangat legal dilakukan asalkan tidak sering.
Oleh karena itu penulis berasumsi bahwa tindakan hukum ini risiko dan konsekuensinya pun sangat sedikit jika di lakukan oleh seorang Notaris jika dilihat dari segi perspektif undang-undang jabatan notaris. Karena seiring Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat mensiasati jadwal pengunjungan Konsumen/Kliennya untuk melakukan suatu akad pembacaan akta maka hal tersebut sangatlah minim kemungkinan untuk dijadikan gugatan atau tuntutan dalam pengoperasionalan pembacaan akta dan akad Notaril yang dilakukan oleh Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Alhasil jika di waktu yang akan datang seorang kuasa hukum/pengacara/advokat menuntut suatu gugatan/penuntutan atas adanya pembacaan akta yang dilakukan di luar dari wilayah kedudukan notaris maka pasal inilah yang secara jelas dan objektif menjelaskan bahwa hal tersebut masih diabsahkan dalam pengoperasionalan pembuatan akta jika hal tersebut tidak berturut-turut dilakukan.
Kata “berturut-turut” yang tertera dalam Pasal ini dari segi pemaknaanya dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dalam konteks ini yaitu lebih mengacu pada makna : beruntun, bersambung terus-menerus dengan teratur, berulang-ulang dan bertubi-tubi. Artinya ketika Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak melakukan suatu akad pembacaan akta di luar wilayah kedudukan jabatannya secara terus-menerus atau secara beruntun di waktu yang sama, di minggu yang sama, di bulan yang sama maka hal tersebut sangat dilegalkan dan diperbolehkan untuk dilakukan.
Terlepas dari adanya urgensi dan suatu kepentingan yang sangat mendesak pun maka Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat melakukan akad pembacaan akta di luar wilayah kedudukannya. Artinya ketika seorang Konsumen/Klien ingin mengadakan pembacaan akta di suatu tempat yang diluar wilayah kedudukan jabatannya maka hal tersebut sangat diperbolehkan asalkan dengan ketentuan yang berlaku yaitu tidak dilakukan secara terus-menerus atau secara beruntun sehingga Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) masih dalam kategorisasi patut dan masih patuh terhadap undang-undang yang berlaku terlepas dari kebutuhan khusus Konsumen/Klien dan/atau alasan yang mendesak ataupun tidak.
Artinya dalam hal ini secara mayoritas seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang melakukan akad notaris di luar wilayah kedudukannya hanya berdasarkan dengan keinginan dan kesepakatan antara Konsumen/Klien dan notarisnya itu sendiri saja bukan berdasarkan urgensi ataupun kepentingan mendesak. Karena dengan adanya celah hukum yang tertera dalam pasal 19 ayat 3 undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris maka seorang notaris dapat mensiasati waktunya untuk meningkatkan kualitas dari kepuasan pelayanan Konsumen/Klien dengan memberikan kemudahan bagi beberapa Konsumen/Kliennya yang ingin melakukan akad notaris yang ingin dilaksanakan di luar tempat kedudukan.
Poin yang paling penting dalam hal ini yang dapat kita tarik kesimpulannya yaitu selama Notaris tersebut tidak menjalankan jabatan di luar wilayah atau membuka plang, melaksanakan jabatan dan pelaksanaan kekuasaan dalam hal pembuatan akta asli dengan cara membuka praktik di tempat yang bukan wilayah kedudukannya seperti yang dikatakan pada pasal 17 ayat 1 huruf a dalam undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris maka hal ini masih dapat ditoleransikan secara hukum atas adanya ketentuan yang diatur dalam pasal 19 ayat 3 undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris. karena ketika kita berbicara tentang perihal akad yang dilakukan di luar wilayah yang dilakukan oleh seorang Notaris yang bukan di wilayah kedudukannya, dengan hal seorang notaris yang menjalankan Kedudukan Tetap di luar wilayah kedudukannya maka dua hal tersebut adalah suatu hal yang berbeda dari keobjektivitasan maknanya. Hal ini terkadang sering juga dijadikan suatu senjata oleh para kuasa hukum, advokat, pembela perkara dari seorang penggugat/penuntut untuk mempertanyakan keabsahan hukum dalam proses pembuatan akta otentik dari seorang Notaris yang menjalankan akad di luar wilayah kedudukannya.
KODE ETIK NOTARIS
Dalam sesi ini penulis mencoba menjelaskan bagaimana jika penyelenggaraan akad tersebut dipandang dari perspektif kode etik notaris ? Apakah ada regulasi kode etik yang melarang atau mengatur secara spesifik dan secara objektif tentang Tindakan penyelenggaraan Akad notaris/ppat yang di lakukan di luar wilayah kedudukan? Secara Objektif dan spesifik Sayangnya tidak ada, namun Secara Subjektif tindakan tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat 17 Huruf B Bab 3 tentang Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian Dalam Kode Etik Notaris. Yaitu berbunyi :
Pasal 3 Ayat 17
“ Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :
- UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Isi Sumpah Jabatan Notaris;
- Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia. ”
Di dalam kalimat Pasal 3 ayat 17 Huruf B, Bab 3 tentang Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian Dalam Kode Etik Notaris tersebut dikatakan bahwa “….Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris…” . Penjelasan yang dimaksudkan adalah suatu penjelasan dari bunyi dari pasal 19 ayat 2 pada undang undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris itu sendiri. Sebelum kita melangkah ke penjelasan pasal 19 ayat 2 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 maka penulis akan memaparkan bunyi dari pasal 19 ayat 2 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaitu:
Pasal 19 Ayat 2
“Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan diluar tempat kedudukannya.”
Artinya dalam kalimat Pasal 19 ayat 2 ini dapat ditafsirkan bahwa seorang notaris tidak memiliki kewenangan secara intensif untuk menjalankan suatu jabatan notaris di luar tempat kedudukannya. Dengan adanya kata “.. tidak berwenang secara teratur..” dapat ditafsirkan bahwa seorang notaris tidak boleh melakukan hal tersebut secara Intens ataupun berulang-ulang. Artinya dalam pasal 19 ayat 2 ini mencoba menjelaskan bahwa jika hal tersebut tidak dilakukan secara teratur maka masih diperbolehkan dan masih sah untuk dilakukan oleh karena itu dalam hal ini terciptalah suatu toleransi hukum yang dapat mengatur ruang gerak seorang notaris tersebut agar dapat melakukan akad notaris di luar wilayah kedudukannya. Alhasil banyak Notaris yang pada kenyataannya mensiasati hal ini agar dapat melakukan akad di luar wilayah kedudukan sesuai pada kebutuhan konsumennya.
Namun yang Dapat menjadi fokus penjelasan pasal ini yaitu bukan bunyi dari pasal 19 ayat 2 ini namun penjelasan pasal 19 ayat 2 inilah yang menjadi fokus utama penjelasan dalam pasal 3 ayat 17 huruf b dalam kode etik notaris. Penjelasan tersebut yaitu:
Penjelasan Pasal 19 ayat 2
“….Akta notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu… “
Dalam kalimat penjelasan pasal 19 ayat 2 ini yang dimaksud dengan kata ”sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor notaris” yaitu lebih mengacu bahwa sebisa mungkin akad tersebut dapat diberlangsungkan di kantor notaris yang bersangkutan. Namun jika tidak bisa di berlangsungkan di kantor notaris tersebut maka tidak menjadi masalah karena kata kerja dalam kalimat ini yaitu “sedapat-dapatnya“ artinya sebisa mungkin atau sedapat mungkin, jika tidak bisa bukan berarti hal ini menjadi dilarang akan tetapi hal ini masih dapat di toleransikan.
Dalam kalimat pasal ini lalu dilanjutkan dengan kata “kecuali pembuatan akta-akta tertentu“ artinya ketika seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melakukan akad notaris di luar wilayah tempat kedudukannya maka akta yang di Akadkan tidak hanya akta yang bersifat kenotariatan saja namun ada juga ada akta yang lebih bersifat ke pertanahan contohnya seperti akta jual beli, akta sertifikat, dan akta kepemilikan otentik suatu tanah dan wilayah. Oleh karena itu inilah yang menjadi alasan mengapa banyak Notaris yang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena pada dasarnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memiliki ruang lingkup yang sama dengan seorang notaris namun yang menjadi pertanyaan yaitu Apakah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diperkenankan untuk melakukan akad di luar wilayah kedudukannya ?
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Di dalam profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memiliki kewajiban untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta autentik jual beli tanah, akta pemberian hak tanggungan, akta hibah, akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, akta pembagian hak bersama dan sebagainya. Dan ketika peran seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut dilakukan maka terdapat suatu konsekuensi tertentu yang diterima dalam menjalankan tugas untuk melakukan pelaksanaan akad di luar tempat kedudukan.
Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998
Dalam pelimpahan kewajiban seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ini maka terdapat suatu regulasi yang mengatur ruang gerak dari profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang melakukan akad di luar wilayah kedudukan yaitu pasal 4 ayat 1 peraturan pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu berbunyi:
Pasal 4 ayat 1
“….PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya…..”
Artinya dalam pasal pasal ini dapat ditafsirkan bahwa seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hanya memiliki kewenangan dalam membuat akta di ruang lingkup wilayah kedudukannya saja dan tidak bisa melakukan kewenangan di wilayah lain oleh karena itu seorang Notaris yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak memiliki kewenangan untuk membuat akta-akta otentik di luar wilayah kedudukannya. Karena atas adanya kalimat dalam pasal 4 ayat 1 yaitu hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya membuat suatu pembatasan ruang gerak seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam melakukan kewenangannya di suatu wilayah daerah kerjanya saja
Solusi dari Pembahasan
Namun jika ada pekerjaan pembuatan akta tanah di daerah lain yang bukan daerah kerjanya maka kewenangan tersebut dapat dialihkan ke notaris lain yang sesuai dengan Daerah atau wilayah yang di aktakan maka banyak Notaris yang merangkap sebagai PPAT yang bekerjasama dengan Notaris yang merangkap PPAT di daerah lain untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan daerah lain agar pekerjaan membuat akta tanah tersebut dapat terlaksana dengan baik sehingga tidak ada satupun Notaris yang merangkap PPAT yang menabrak undang-undang maupun kode etik atau peraturan pemerintah yang sudah diberlakukan.
Karena atas adanya inisiatif dari seorang Notaris yang merangkap PPAT untuk saling berbagi pekerjaan Contohnya yaitu seperti: ketika seorang notaris yang merangkap PPAT menjabat di wilayah Sumedang Memiliki pekerjaan di wilayah yang bukan kedudukan jabatannya yaitu di kota Bandung maka seorang Notaris yang merangkap PPAT Sumedang tersebut dapat bekerja sama dengan notaris yang merangkap PPAT di kota Bandung untuk pembuatan akta tanah tersebut. Oleh karena itu hal ini sama sekali tidak ada yang saling bertabrakan dari undang-undang, peraturan pemerintah, kode etik seorang Notaris yang merangkap PPAT tersebut. Sehingga itulah yang membuat Notaris yang merangkap PPAT dapat mengatur ruang gerak dirinya atas dasar inisiatifnya terhadap kepatuhan hukum agar tidak menyentuh pelanggaran hukum maupun kode etik yang sudah diatur.
PENUTUP
Kesimpulan
Notaris adalah sebagai pejabat publik yang melandasi kebutuhan masyarakat dalam pelayanan membuat akta autentik sebagai suatu alat bukti pengikat. Namun peran notaris dalam memberikan suatu pelayanan hukum kepada masyarakatnya di kehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk memberikan pelayanan dan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik. Di dalam perihal penandatanganan akta notaris yang dilakukan di luar dari kantor ataupun tempat kedudukan notaris tersebut sepanjang masih di wilayah jabatannya maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorisasikan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan telah sesuai peraturan perundang-undangan. Namun penandatanganan akta di luar kantor harus tetap memperhatikan ketentuan Pasal 19 Ayat 3 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN). Jika ketentuan dalam pasal ini tidak terpenuhi maka mengakibatkan Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin nanti akan timbul dikarenakan akta notaris terdegradasi di bawah tangan. Artinya walaupun tidak melanggar dari segi kekuatan hukum namun Ada kemungkinan timbul resiko dan konsekuensi hukum yang dibebankan kepada pihak notaris tersebut bahwa penyelenggaraan akad baik jual beli maupun akad lainnya dapat menimbulkan masalah yang mungkin berpotensi terjadi yang menjadi konsekuensi Seorang Notaris yang merangkap pekerjaan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu sendiri dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum yang memiliki sanksi dan kode etik tertentu yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris (UUJN). Jika ada pekerjaan pembuatan akta tanah di daerah lain yang bukan daerah kerjanya maka kewenangan tersebut dapat dialihkan ke notaris lain yang sesuai dengan Daerah atau wilayah yang diaktakan maka banyak Notaris yang merangkap sebagai PPAT yang bekerjasama dengan Notaris yang merangkap PPAT di daerah lain untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan daerah lain agar pekerjaan membuat akta tanah tersebut dapat terlaksanakan dengan baik sehingga tidak ada satupun Notaris yang merangkap PPAT yang menabrak undang-undang maupun kode etik atau peraturan pemerintah yang sudah diberlakukan. Karena atas adanya inisiatif dari seorang Notaris yang merangkap PPAT untuk saling berbagi pekerjaan Contohnya yaitu seperti: ketika seorang notaris yang merangkap PPAT menjabat di wilayah Sumedang Memiliki pekerjaan di wilayah yang bukan kedudukan jabatannya yaitu di kota Bandung maka seorang Notaris yang merangkap PPAT Sumedang tersebut dapat bekerja sama dengan notaris yang merangkap PPAT di kota Bandung untuk pembuatan akta tanah tersebut. Oleh karena itu hal ini sama sekali tidak ada yang saling bertabrakan dari undang-undang, peraturan pemerintah, kode etik seorang Notaris yang merangkap PPAT tersebut. Sehingga itulah yang membuat Notaris yang merangkap PPAT dapat megatur ruang gerak dirinya atas dasar inisiatifnya terhadap kepatuhan hukum agar tidak menyentuh pelanggaran hukum maupun kode etik yang sudah diatur.
*) Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Nusantara
DAFTAR PUSTAKA
- AKIBAT HUKUM NOTARIS YANG MELAKUKAN PENANDATANGANNYA AKTA DI LUAR WILAYAH JABATAN NOTARIS, Cynthia Ainu, Adiyatma Yusuf, 2023, Download Artikel jurnal di website (PDF) AKIBAT HUKUM NOTARIS YANG MELAKUKAN PENANDATANGANNYA AKTA DI LUAR WILAYAH JABATAN NOTARIS (researchgate.net)
- Undang-undang (UU) No. 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris, Dowload PDF dari website : https://peraturan.bpk.go.id/Details/40758#:~:text=Dalam%20UU%20ini%20diatur%20mengenai%20pengangkatan%20dan%20pemberhentian%3B,pengawasan%20notaris.%20Halaman%20ini%20telah%20diakses%20125357%20kali
- Undang-undang (UU) No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Download PDF DARI website: https://peraturan.bpk.go.id/Details/38565/uu-no-2-tahun-2014
- Apakah Notaris Mempunyai Batas Wilayah Jabatannya?, Dalimunthe & Tampubolon, 2016, https://dntlawyers.com/apakah-notaris-mempunyai-batas-wilayah-jabatannya/
- Perlu ‘Restu’ BPN, Wewenang Notaris Buat Akta Pertanahan, admin, 2024, Dilansir dari Web : https://www.hukumonline.com/berita/a/perlu-restu-bpn-wewenang-notaris-buat-akta-pertanahan-hol11373
- Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Download PDF dari website : https://peraturan.bpk.go.id/Details/55057/pp-no-37-tahun-1998