Oleh : H. MAHPUDIN, S.H., M.M., M.Kn.*)
ENAM Anggota DPRD Fraksi PDIP solid melakukan aksi stand up (walk out) pada Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Indramayu sebelum pengesahan dan persetujuan Hak Interpelasi. Pasca aksi Walk Out ini terjadi stand up personal anggota Fraksi PDIP dengan “mengonjog” anggota dari Fraksi lain yang berdeda sikap politiknya.
Ia mungkin lupa bahwa ruangan DPRD adalah ruang dialektika argumen, bukan arena pamer kekuatan pisik, tetapi beradu kekuatan nalar dan argumentasi. Beruntung anggota yang lain bisa melerai dan menetralisir keadaan sehingga tidak sampai terjadi beradu kekuatan pisik. (kompas.tv/rapat dprd indramayu ricuh, sidang memanas hingga diwarnai aksi walk out).
Anggota DPRD Fraksi PDIP ini bernama Abdul Rahman, S.E., M.M., yang sebelum bergulir hak interpelasi anggota DPRD terhadap kinerja bupati, ia telah berkonfrontasi dengan sesama anggota fraksinya dalam forum rapat paripurna juga. Ia sedang melakukan lakon bagai kesatria yang melindungi sang ratu. Sehingga melakukan segala daya upaya dalam “mematikan demokrasi” atas keberanian sikap politik Anggi Noviah yang menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PDIP dan Wakil Ketua Komisi II dalam melakukan otokritik terhadap kinerja bupati.
Sebanyak 41 (empat puluh satu) anggota DPRD Indramayu selaku pengusul hak interpelasi dari jumlah 50 anggota DPRD minus satu anggota dewan yang sedang berurusan dengan masalah hukum. Hanya 8 (delapan) anggota DPRD yang tidak setuju Hak Interpelasi disahkan dan dilanjutkan, yaitu 7 anggota dari Fraksi PDIP dan 1 dari anggota Fraksi Gerindra berdasarkan keterangan Ketua Fraksi Partai Gerindra (Fokuspantura.com).
Dengan jumlah pengusul hak interpelasi yang 92 persen ini sesungguhnya sudah dapat dibaca kemana kompas diarahkan. Akan tetapi hak-hak publik tetap harus dikemukakan, yaitu hak untuk kritis dan mengontrol jalannya hak interpelasi ini.
Menarik untuk dicermati adalah sikap politik personal Anggi Noviah yang harus tunduk patuh pada fatsun partai. Disamping tentu sikap politik para anggota fraksi PDIP secara kelembagaan. Gejala anomali dengan secara terang ditampakkan oleh Fraksi PDIP baik secara personal maupun kelembagaan. Setidaknya gejala anomali ini terbaca pada keterbelahan sikap dan pernyataan-pernyataan yang mengemuka di lingkup keluarga besar PDIP Kabupaten Indramayu dalam menyikapi kinerja bupati. Antara kader PDIP struktural dan kader PDIP kultural atau antara kader idiologis marhaenis dan kader oportunis borjouis. Maka interpelasi ini akan menampakkan siapa sejatinya PDIP.
Suara hati dan suasana kebatinan rakyat Indramayu telah dengan terang dibawa dan disuarakan oleh para kader idealis idiologis marhaenis. Akan tetapi membentur kekuatan oligarkhi yang mencengkeram dan mengendalikan partai secara kelembagaan. Sadar akan kondisi real politik yang penuh intrik, generasi idialis idioligis berpikir realistis dan bertindak logis. Maka diusunglah tagar #lawan dengan riang gembira.
Saya berasumsi bahwa interpelasi ini terjadi karena anggota DPRD menangkap gejala ini secara terang benderang. Kinerja bupati yang sudah tidak bisa ditoleransi dan secara politis dukungan terhadap bupati semakin menipis. Maka sikap anomali pun terpaksa harus diambil oleh Fraksi PDIP hanya karena harus tunduk patuh pada fatsun partai. Walaupun harus melawan hati nuraninya sendiri yang membersamai dengan suasana kebatinan rakyat. Karena sejatinya “andai” bupati harus turun tahta karena interpelasi yang berujung pada impechment, kekuasaan eksketutif masih tetap dalam genggaman domain PDIP sebagai partai pengusung bupati. Maka sikap politik Fraksi PDIP yang melakukan aksi Walk Out pada Forum Rapat Paripurna DPRD dalam agenda sidang pengesahan untuk melanjutkan Hak interpelasi dapat dibaca sebagai “STAND UP COMEDY”.
Wallohu a’lam Bisy-syowab.
*) Penulis adalah Ketua Fraksi Partai Golkar, Anggota DPRD Kab. Indramayu Periode 2004 – 2009
Terkait