JEDDAH,(Fokuspantura.com),- Tim Perlindungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, telah menyelamatkan nasib tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji melalui jalur tidak resmi dan sempat tertahan kepulangannya dari Arab Saudi.
Mereka tidak diizinkan meninggalkan Arab Saudi sesuai jadwal penerbangan karena diketahui menunaikan ibadah haji menggunakan tiga visa yakni visa kunjungan (visa ziarah), visa umrah dan visa kerja.
Informasi yang diperoleh Fokuspantura.com dalam rilis yang diterima, Minggu(16/9/2018) menyebutkan seorang jemaah yang tidak mau disebutkan namanya menuturkan kepada Tim Perlindungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, bahwa dirinya berangkat bersama suaminya pada 2 Agustus 2018 silam dan mendarat keesokan harinya di Bandara Internasional King Khaled Riyadh. Bersama rombongan jemaah lain yang berjumlah sekitar 15 orang, jemaah calon haji (calhaj) asal Jawa Tengah ini menempuh jalan darat dengan jarak sekitar 900 kilometer menuju Jeddah sebelum memasuki tanah suci Mekkah.
Calhaj ini mengaku menyetor dana sebesar 130 juta rupiah kepada Biro Travel berinisial EG yang memberangkatnya. Biro EG tersebut bekerja sama dengan Yayasan AH yang berkantor Surabaya dengan janji paket haji ONH Plus. Calhaj ini mengaku sama sekali tidak tahu dirinya diberangkatkan dengan visa ziarah pribadi (ziarah syakhsiyah) dengan penjamin Warga Negara Saudi atas nama Sirin Binti Fauzi Mohammad Abu Zaid. Dia juga tidak tahu resiko berhaji dengan visa ini karena di visa tersebut tertulis dalam bahasa arab yang dia sendiri tidak mengerti artinya.
Visa ziarah syakhsiyah merupakan jenis visa yang dikeluarkan oleh perorangan warga Saudi sebagai penjamin atau pihak yang dikunjungi di Arab Saudi.
Nahas saat dia hendak pulang bersama sang suami pada 28 Agustus 2018 silam. Dirinya tidak izinkan melintas di konter imigrasi bandara Jeddah karena melakukan pelanggran keimigrasian, yaitu dilaporkan kabur oleh penjaminnya dan diwajibkan mengurus dokumen exitnya di Pusat Karantina Imigrasi (Tarhil) di Syamaisi.
Beruntung dia sempat menunaikan ibadah haji, meski untuk kepulangannya ke tanah air , ia diwajibkan membayar denda sebesar 15 ribu riyal atau sekitar 55 juta rupiah. Pasalnya dia kedapatan telah melakukan ibadah haji tanpa tasrekh (surat izin haji) dari Pemerintah Saudi. Biaya denda tersebut ditanggung oleh Biro yang memberangkatkan. Akhirnya jemaah ini bisa kembali ke Tanah Air pada 5 September silam setelah memperoleh exit permit.
Berangkat Haji dengan Visa Amal (Kerja)
Berbeda dengan kasus yang dialami jemaah berinisial FDW. Bersama rombongan yang berjumlah 12 orang, dia diberangkatkan oleh Biro Perjalanan Mubina pada 14 Agustus silam, atau 6 hari menjelang Hari Wukuf di Arafah dengan rute penerbangan Jakarta – Singapura – Colombo – Riyadh—Jeddah.
Kepada Biro Travel, pria asal Palembang ini mengaku menyetor uang senilai 150 juta rupiah untuk berangkat haji dengan janji paket haji ONH Plus dengan jadwal kepulangan rombogan yang berbeda-beda.
Saat hendak pulang pada 7 September silam, FDW tertahan di bagian Imigrasi Bandara King Abdulaziz Jeddah karena dia masuk ke Arab Saudi menggunakan visa amal (kerja) dengan profesi sebagai tukang cat bangunan. Senasib dengan TSR, pria kelahiran 1954 juga mengaku tidak memahami sama sekali arti visa ziarah yang tertulis dalam Arab.
Rekan jemaah lainnya dalam satu rombongan telah berhasil meninggalkan Arab Saudi karena diberangkatkan dengan visa ziarah (kunjungan). Sementara dirinya diberangkatkan dengan visa amal (kerja) yang wajib berbekal visa final exit bila hendak meninggalkan Arab Saudi. Visa tersebut harus diurus penjamin, yaitu Perusahaan Basyayir Mahla Al Harbi.
KJRI Jeddah akhirnya mengubungi biro travel yang memberangkatkan FDW dan mendesaknya agar segera mengontak penjamin FDW di Arab Saudi untuk mengurus exit visa-nya. Dia akhirnya bisa pulang ke Tanah Air pada 10 September.
“Meskipun biro travel bertanggung jawab, menanggung biaya hidup jemaahnya selama tertahan di Jeddah sampai dapat exit, tetap saja berangkat haji dengan jalur seperti ini pelanggaran,” ujar Safaat Ghofur, Pelaksana Fungsi Konsuler-1 yang merangkap sebagai Koordinator Perlindungan Warga (KPW).
Saat masuk ke Arab Saudi, tambah Ghofur, visa yang selain visa haji akan distempel ghairu soleh Lil Haj/Not Valid for Hajj oleh petugas imigrasi saat tiba di badara kedatangan. Artinya, visa tersebut tidak berlaku untuk menunaikan ibadah haji.
“Ini pelanggaran dan berpotensi menyulitkan calon jamaah saat diketahui ada ketidakcocokan visa yang digunakan dengan pelaksanaan hajinya,” imbuh KPW.
Paket Umrah plus Haji
Dengan iming-iming umroh plus haji, jemaah berinisial AR ini rela menyetor uang sebesar 70 juta rupiah kepada Biro Travel PT AKM yang berkantor di Jakarta Timur. Pria asal Rokan Hilir, Riau, ini diberangkatkan pada Ramadhan silam untuk menunaikan ibadah umrah plus dijanjikan berhaji.
Malang nasibnya, selama berada di Tanah Suci, diabetes basah yang diidapnya memburuk sehingga pria berusia 61 tahun ini terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Dia dirawat selama sebulan di Ruma Sakit Spesialis Al-Noor Mekkah. Kemudian AR dipindahkan ke Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) dan dirawat di sana sekitar 2 bulan lamanya.
AR berhasil dipulangkan pada 12 September didampingi seorang petugas setelah KJRI Jeddah melengkapi berkas dokumen yang diperlukan, antara lain, exit permit, laporan medis dari rumah sakit, dan surat layak terbang (standard medical information form for air travel/MEDIF)
Oleh karena itu, Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, mengimbau masyarakat yang hendak menunaikan ibadah haji agar menempuh jalur resmi sehingga terhidar dari masalah hukum dan dapat menjalani prosesi ibadah dengan khusyu dan aman.
“Pastikan kepada biro travel bahwa anda benar-benar diberangkatkan dengan visa haji, bukan lainnya. Kalau perlu sebelum menyetor dana, buat surat perjanjian resmi agar bisa mengajukan penuntutan hukum, bila ternyata di kemudian ditemukan ada unsur penipuan,” tegas Konjen.
Konjen juga mengajak instansi terkait, termasuk pemerintah daerah (Pemda), untuk memberikan perhatian serius terhadap praktik pemberangkatan jemaah melalui jalur yang tidak resmi.
“Biro travel nakal yang nekat memberangkatkan jemaah yang tidak sesuai aturan harus ditindak tegas,” tegas Kepala Perwakilan RI di Bagian Wilayah Barat Arab Saudi ini.
Pemda, sambung Konjen, diharapkan berperan aktif melakukan kampanye penyadaran (awareness campaign) kepada warganya agar tidak tergiur dengan berbagai tawaran dari biro-biro travel nakal yang memberangkatkan jemaah secara tidak prosedural.