JAKARTA,( Fokuspantura.com),- Sekretrais Jenderal Front Pembela Honorer Indonesia(FPHI), M. Nur Rambe mengungkapkan, aksi mogok nasional ratusan ribu honorer yang berlangsung sejak 15 Oktober 2018 dini hari, merupakan rangkaian pernyataan sikap yang sebelumnya disampaikan dalam aksi unjuk rasa pada 14 September 2018 di Kantor Men Pan RB dan terjadi dialog serius antara FPHI dengan Kabiro Hukum Kemenpan RB, Mudzakir serta juru bicara Men Pan RB, Herman Suyatman, namun tak terjadi kesepakatan mengenai Permenpan yang diterbitkan tanpa uji public.
“Tiga hari selanjutnya kita aksi lagi ke Istana Negera 17 Sept 2018 mulai pukul 09.00 sd 17.00 dan itupun tak mendapat tanggapan dari Istana Negara. Kemudian karena upaya yang kita lakukan tak menemui kata sepakat maka saat itu kami putuskan untuk melakukan mogok massal selama 14 hari,” katanya dalam pernyataan tertulis kepada Fokuspantura.com, Minggu(14/10/2018).
Upaya mogok nasional, kata Rombe, dilakukan berdasarkan hasil rapat dengan kesepakatan bahwa dimulai tanggal 15 sampai dengan 31 Oktober 2018 dengan Slogan “Mogok Nasional (MONAS) Oktober 2018” Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Negeri seluruh Indonesia tiap Kabupaten dan Kota.
“Kami sudah sampaikan maksud dan tujuan Monas kepada Komnas Ham, dengan kode agenda123.940 tertanggal 3 okt 2018 dan kepada Kapolri cq Kaba Intelkam tertanggal 3 okt 2018. Landasan surat tersebut kami kirimkan ke seluruh Indonesia melalu social media dan WatsApp, serta media lain,” tuturnya.
FPHI menilai, Permenpan 36/2018 mengacu kepada UU ASN dan PP 11/2017, dalam UU ASN dan PP tersebut hanya ada dua jenis pegawai yakni ASN dan PPPK, tapi Permenpan masih menyebutkan Honorer dalam rekrutmen 2018, hal itu jelas melangkahi UUASN dan PP 11 2017. Dengan kata lain permen tersebut melanggar hirarki perunndang undangan.
Selanjutnya, Tenga Pendidik artinya Guru Honorer eks K II dimana sisa eks K2 itu bukan hanya guru honorer, tapi ada juga tenaga Kependidikan yaitu TU dan Penjaga dan mereka juga eks K2 tapi mengapa tidak diikut sertakan dalam rekrutmen eks K2 yang sudah salah itu.
“Mau coba mendustai amanat undang undang atau diskriminasi,”terangnya.
Pihaknya menuntut aturan serta syarat honorer yang menyatakan, usia maksimal 35 tahun pada 1 Agustus 2018, eks K2 harus punya masa kerja sedikitnya 10 tahun dan pada saat ujian eks K2 tahun 2013 sudah S1, tentu harus linier, jika tidak linier juga tetap tidak bisa ikut dan syarat ini pun tidak memiliki dasar aturan yang jelas darimana keputusan tersebut dibuat.
Artinya, kata Rombe, banyak celah untuk menjadikan makhluk siluman, siapa yang bisa pantau kelak proses tersebut, sebab honorer eks K2 yang masuk sempurna memenuhi semua syarat itu hanya segelintir dari eks K2 dari total 439 ribuan.
“Belum tentu ada juga, walaupun menurut Menpan ada belasan ribu yang masuk dalam syarat tersebut, artinya tetap melahirkan polemik dan rawan manipulasi dan Intinya permenpan No 36 tahun 2018 tersebut batal dan harus dicabut demi hukum, karena sudah menyalahi aturan perundang undangan. Itu diantara dari sekian banyak kekeliruan dalam Permen tersebut,” tandasnya.
Dasar tuntutan yang selama ini diperjuangkan oleh FPHI adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun 2005 (Bermasalah), jo Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2007 (Bermasalah), jo Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2012 (Bermasalah), SE Menpan Nomor 05 Tahun 2010 (Biang Masalah/ awal carut marutnya Honorer Instansi Pemerintah, SE Menpan Nomor 03 Tahun 2012 (Menambah carut marut dan Pemalsuan data).
UU Aparatur Sipil Negara (ASN), hanya ada dua jenis pegawai dalam UU ini, yakni ASN dan PPPK, tidak menyebut lagi masalah honorer sebab dalam PP 56 tahun 2012 yang berakhir pada tahun 2014, tidak lagi mengatur sisa honorer yang tidak lulus tersebut mau diapakan.
“PP No 11 Tahun 2017 ( Manajemen ASN), PP PPPK, belum ada padahal UUASN sudah diundangkan lebih dari 3 Tahun, artinya UU ASN ini bermasalah, berdiri tapi tidak hidup, berjalan tapi tak bernyawa, dan Isu Revisi UU ASN hanya sebatas wacana setelah diwacanakan saat UU ASN diundangkan 2014, hingga saat ini tidak terjadi revisi tersebut. Kami muak, usia semakin tua, harapan memudar,”keluh honorer asal Riau ini.
Ia menawarkan solusi kepada pemerintah pusat, karena UU ASN bermasalah dan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka dengan ini kami seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan Honorer seluruh Indonesia menginginkan sebuah Payung Hukum Pengganti UU ASN berupa PERPPU sebagai Solusi Terebaik, Apakah bisa ?
“Bisa..? Karena Bapak Presiden Jokowi Dodo mengatakan “Saya siap berdiri paling Depan dan berjuang membela kepentingan guru guru”,” tuturnya.
Sejak kemunculan PP 48 thn 2005 hingga UUAS di Tahun 2014 banyak terjadi kesalahan kesalahan fatal dari berbagai aturan yang keliru, Konsekwensi Pemerintah terhadap Honorer maka :
“Seluruh tenaga honorer yang telah mengabdi dengan masa pengabdian paling muda tahun 2014 tanpa melihat bulan titik mangsa, masukkan pada database BKN , lalu ditingkatkan statusnya menjadi CPNS tanpa test secara bertahap sesuai kebutuhan melalui nominatif (urut) masa kerja yang lebih lama terdahulu di tingkatkan statusnya, sisa yang belum di tingkatkan statusnya “aman” dalam database BKN, sewaktu waktu bisa di liat di wabset BKN menjadi daftar tunggu, menggantikan para ASN yang pensiun atau menambah kekurangan tenaga ASN karena kebutuhan di daerah yang pada gilirannya akan di tingkatkan menjadi CPNS semua secara bertahap, sehingga mereka abdi negara tidak khawatir akan di berhentikan di daerahnya karena sudah masuk database BKN, hanya menunggu giliran, untuk keuangan (gaji) tidak mengganggu APBN karena bertahap sesuai kebutuhan. Menjadikan birokrasi di negara ini bersih dan insyaallah, yaqin !!!,”pungkas Rombe.