JAKARTA,(Fokuspantura.com),- Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, M Agung Dharmajaya, menegaskan, bahwa tindakan pemerasan dan pengerusakan yang dilakukan oleh oknum wartawan bukan bagian dari sengketa pers tetapi murni tindakan kriminal.
Hal itu disampaikan menyikapi perdebatan yang tak berujung dengan narasi kriminalisasi pers. Karena sesungguhnya jika wartawan menjalankan tugas profesi sebagai jurnalis akan mengedepankan kode etik jurnalistik sebagai pegangan dalam menjalankan aktifitas dilapangan.
“Kalau ada orang memeras itu boleh apa gak? Pelakunya mau wartawan ataupun bukan, boleh apa tidak? Itu saja. Jadi jangan mengaku saya wartawan, lah memangnya kalau wartawan kenapa. Pelakunya mau wartawan ataupun bukan, kalau memeras kan jadi persoalan hukum,” ungkapnya dalam pesan yang dikirim kepada redaksi Fokuspantura.com, Kamis, 24 Maret 2022.
Seperti diketahui, kasus pemerasan yang dilakukan oleh oknum wartawan marak terjadi di beberapa daerah hingga harus berurusan dengan pihak kepolisian. Modusnya adalah narasumber baik pejabat, ASN, kontraktor dan yang lainnya ditakut takuti akan diberitakan oleh oknum wartawan jika tidak memberikan sejumlah uang.
Seperti yang baru baru ini terjadi di Polres Lampung Timur, Polda Lampung. Dewan Pers hadir melakukan silaturahmi dengan Kapolda Lampung dan jajaran penyidik untuk memastikan terkait penangkapan oknum yang menyalahgunakan pers untuk kepentingan pribadi.
Dewan Pers memberikan apresiasi langkah tegas Polda Lampung dan jajaran yang telah bergerak cepat siapapun itu yang mengatasnamakan pers dan membangun narasi kriminalisasi pers.
“Intinya silaturahim, tidak dalam posisi dukung mendukung. Tapi apa yang dilakukan aparat penegak hukum kita berikan apresiasi,” ujarnya.
Menurutnya, jika langkah yang dilakukan penyidik Polres Lampung Timur terhadap oknum wartawan tidak sesuai fakta hukum, maka ada saluran perlawanan hukum yang dapat ditempuh, bukan karena mengaku wartawan lalu dianggap kebal hukum hingga melakukan tindakan yang kurang baik mengatasnamakan pers.
“Saya menjawabnya cukup singkat, ya kalau memang ada yang merasa dirugikan digugat saja, bisa praperadilan atau jalur Propam. Itu jalur yang elegan. Tapi terakhir saya berkomunikasi rasanya saya belum pernah mendengar adanya aduan ke Propam ataupun kemana,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Dewan Pers melihat persoalan ini menjadi penting lantaran narasi yang dibangun mendeskriditkan Polri dan Pers.
Agung berharap kasus ini menjadi titik balik terkait kasus yang sesungguhnya yaitu unsur pemerasan.
Ia berharap proses hukum yang sedang berjalan transparan dan profesional sehingga masyarakat tahu bagaimana fakta yang terjadi sebenarnya.
“Ini bukan mengkonter tapi memberikan informasi yang baik kepada masyarakat. Kalau betul terbukti, kita harus sepakat dan legowo juga. Kita bicara kemerdekaan pers dan kebebasan. Jangan dibalik, jangan bebas dulu baru merdeka. Nanti jadi suka-suka. Ini menjadi keseriusan kami konstituen pers di Lampung. Kami tidak dalam posisi cawe-cawe atau mensponsori,” jelas dia.
Turut serta pada agenda silaturahmi dengan Kapolda Lampung, Ahli Pers Dewan Pers Iskandar Zulkarnain, Perwakilan Organisasi Konstituen Dewan Pers di antaranya PWI Lampung, IJTI Lampung, SMSI Lampung, dan JMSI Lampung.
Terkait