INDARAMAYU,(Fokuspantura.com),- Dandim 0616 Indramayu, Letkol Kav Agung Nurcahyono angkat bicara terkait issu yang berkembang belakang ini atas kondisi kekeringan yang melanda tiga Kecamatan bahkan berpotensi sekitar 6.528 hektar lahan pertanian puso. Salah satu penyebab masalah tersebut disamping persolan infrastruktur yang belum mendukung, dugaan adanya pencurian air atau lebih dikenal mafia air menjadi sorotan pada saat Rakor Pengelolaan Air Indramayu dan Cirebon, Selasa (31/7/2018) di Aula Ki Tinggil Setda Indramayu.
“Tolong para Danramil berdiri, apakah anda siap menangkap mafia air,”tutur Dandim dihadapan peserta Rakor dijawab kesiapan oleh para Danramil.
Menurutnya, saat ini pihaknya sudah mengantongi identitas dan terduga yang telah memanfaatkan momentum kekeringan lahan pertanian ini untuk kepentingan pribadi, maka pihaknya tidak main –main dalam masalah ini untuk melacak dan mengejar pelaku yang dengan sengaja menari diatas penderitaan masyarakat petani.
“Saya sudah kordinasi dengan Kapolres Indramayu, Bang, gimana dengan temuan kami dilapangan jika ada mafia air, tangkap dan laporkan proses secara hukum,”tandas Dandim diamini para Danramil dan mendapat respon dari peserta Rakor.
Namun, kata Dandim, pihaknya masih belum memiliki bukti kuat dilapangan, atas potensi yang terjadi terkait pelaku yang dengan sengaja memanfaatkan momentum kekeringan saat ini. Maka pihaknya meminta masukan dan kerja sama dari seluruh kompenon masyarakat untuk dapat memberikan informasi baik data maupun dokumen penguat jika pelaku adalah masih beroperasi dan memanfaatkan momen tersebut.
Sementara itu, Wakil Bupati Indramayu, H. Supendi mengaku siap mendukung langkah yang dilakukan oleh jajaran Kodim Indramayu atas temuan dilapangan terhadap terduga pelaku mafia air yang menjadi penyebab mala petaka saat proses gilir giring pengairan untuk MT Gadu 2018 ini. Bahkan kata Wabup, pihaknya tak segan-segan, jika oknum yang dimaksud adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) akan menindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika ada ASN terbukti, lapor ke kita, jika tangkap tangan penyuapan dan sebagainya lapor Polisi, laporkan saja karena itu membahayakan dan merusak citra Pemkab Indramayu, kasihan petani di tiga Kecamatan itu,” tuturnya.
Pantauan Fokuspantura.com dilapangan, indikasi adanya upaya jual beli air di pintu BT 14 Cikedung terungkap saat awak media bersama Danramil Losarang, Babinsa dan Kuwu Ranjeng memaksa membuka pintu dimana pada waktu yang bersamaan saat itu giliran giring air untuk wilayah Losarang, namun tiba – tiba, debit air berkurang dan ternyata setelah ditelusuri kondisi pintu BT 14 Jatok dalam posisi tertahan, dua pintu air tengah tertutup, sementara dua pintu samping mengalir limpas sehingga dapat mengurangi debit air yang digelontorkan dengan jarak puluhan kilo meter.
Sontak malam itu, rombongan yang dipimpin Danramil Losarang beradu argumentasi dan pihak penunggu pintu air Jatok bersih keras untuk tidak membuka pintu air dengan alasan wilayah lahan Kecamatan Cikedung khususnya dan Tempel Lelea membutuhkan air dan kekeringan lahan, padahal saat itu air digelontorkan dari Bendung Rentang melalui Saluran Induk Cipelang diprioritaskan khusus penanganan kekeringan diwilayah empat Kecamatan yakni Losarang, Kandanghaur, Terisi dan Gabuswetan, namun faktanya dalam perjalanan air tersebut syarat dipermainkan oleh oknum mafia air yang dengan sengaja memanfaatkan memon kekeringan lahan sebagai strategi agar pasokan dari Bendung Rentang terus di supplai.
Penggalian informasi kebenaran adanga praktek mafia air dan upaya jual beli air tak berhenti sampai disitu, awak Fokuspantura mencoba masuk menelisik ke wilayah Kecamatan Lelea tepatnya di Desa Tempel Kulon, Kecamatah Lelea, sempat bincang – bincang dengan petani diwilayah tersebut mengaku jika sebelumnya telah terjadi kesepakatan dengan oknun Mitra Cai dalam rangka sukses musim tanam gadu 2018 hinga panen petani diwajibkan untuk membayar 2 kwintal gabah per hektar.
“Jika panen sukses dan kondisi air terpenuhi maka petani wajib bayar 2 kwintal,”tutur sumber yang dirahasiakan.
Pengakuan yang sama dilontarkan petani asal Desa Mundakjaya, Kecamatan Cikedung yang mengaku jika nanti sukses panen dibebankan bayar air 1 kwintal per hektar disetorkan kepada mitra cai yang sudah bekerja menggelontorkan air. Pengakuan ini menjadi sinyal bahwa dibalik penderitaan masyarakat petani di tiga Kecamatan hingga 21 Juli 2018 dinyatakan 3.700 hektar lahan terancam puso.
“Pokoknya kalau sudah panen, mantri, pengamat, ngiler pada sliweran kalau sudah pungutan selesai diamplopin, ini untuk pengamat wilayah sana, ini untuk mantri wilayah sini oleh petugas yang selama ini ngurus air,”ungkap petani Desa Mundakjaya.
Ia mengaku, praktek – praktek seperti itu sudah berjalan lama dan bisa dibilang budaya yang sudah lumrah terjadi diwilayah Kepengamatan Cikedung, bahkan menurut sumber adanya pungutan pengairan tersebut bukan saat musim gadu saja, yang hasil panennya kadang sukses kadang tidak, namun pada saat musim rendeng petani mengaku dipatok dengan harga 50 kg per hektar untuk biaya pengairan.
Sementara itu, Kepala UPTD Pengairan Cikedung, Daska saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon membantah jika dirinya terlibat dan mengkondisikan bawahan dilapangan untuk menarik sejumlah uang agar pasokan air diwilayah saluran irigasi pasir angin intek dari pintu BT 14 Cikedung. Namun ia tak memungkiri jika selama ini pihaknya pernah diajak syukuran dan pertemuan dengan pegiat Mitra Cai yang mengelola air diwilayah tersebut.
“Jika anak buah saya yang bermain, saya tanggung jawab dan tidak saya perintahkan memungut uang hektaran, tapi kalau mitra cai mungkin, soalnya saya pernah diajak makan – makan,” tuturnya.
Mantan Kuwu Jambak yang baru saja menjabat Kepala UPTD Cikedung itu mengaku tidak memahami secara jelas, jika dilapangan terjadi praktek – praktek pungutan pengairan sebagaimana yang ramai diperbincangkan. Kendati demikian, pihaknya bersyukur karena lahan pertanian diwilayah kepengamatan Cikedung sukses dan bisa panen.
“Alhamdulillah sukses wilayah kami bisa panen,”tuturnya.
Seperti dikatahui, pola permainan mafia air dalam memanfaatkan momentum kekeringan gilir giring untuk lahan tiga Kecamatan tersebut, memainkan beberapa pintu air dari mulai BT 11 Sintolop, BT 14, BT 15, BT 16 dan beberpa pintu depaan yang berpotensi sebagai peluang untuk mengais rezeki. modus operanding yang dilakukan saat giliran itu diperuntukan bagi petani diwilayah hilir, pelaku memainkan peran dengan pintu – pintu yang dikuasasi secara sitematis dengan menutup pintu saat lahan yang dibutuhkan mengudik air dengan alasan adanya gilir internal diwilayah kepengamatan lahan tesebut, selanjutnya saat petani yang dibelakang itu meminta di buka maka dengan cepat mereka membuka untuk kemudian ditutup kembali. kondisi tersebut sudah terbiasa dalam kehidupan dunia malam proses perguliran air di wilayah Kabupaten Indramayu. Solusi dalam mengamankan masa glir giring selama tujuh hari kedepan, seluruh pintu yang ada di jalur Rentang maupun Cipanah harus dijaga oleh minimal 2 personil TNI dengan kelengkapan bekal untuk meminimalisir praktek mafia air sebagai bentuk antisipasi dan tindakan preventiv.