Oleh : Adlan Daie
MUNDURNYA Dewa, panggilan politik dari Dedi Wahidi dari bakal calon bupati Indramayu sebagaimana viral di media online dan media sosial dalam perspektif penulis harus dibaca sebagai bagian dari proses adaptasi alamiah dari proyeksi pergeseran model Alvin Tofler dalam karyanya “The Powershiif” (1990), sebuah pergeseran regenerasi “lunak’ bagi jalan mobilitas kader.politik dari “trah” NU dan PKB di bawahnya dalam konteks kontestasi pilkada Indramayu 2020 seperti H. Juhadi Muhamad, Moh.Solihin dan H. Rasta Wiguna.
Pengundurannya di atas tidak perlu dipahami secara melankolis ibarat lirik lagu “gelas gelas kaca” ciptaan Rinto Harahap dipopulerkan Nia Daniati era 90 an karena politik area “laki laki” yang maskulin bisa selalu datang tiba tiba dalam setiap tarikan nafas maskulinitas politik. Dalam diktum politik Otto Van Bismoch “politics the art off possible”, politik adalah ruang kemungkinan selalu datang dan pergi bagian dari “rahasia Tuhan”, diluar jangkau skenario yang sengaja direncakan (by design).
Pilihan politik berikutnya bagi Moh Solihin,. pemegang mandat penugasan dari DPP PKB adalah rancang bangun koalisi setidaknya berbasis data hasil pilkada tahun 2005, tahun 2010, tahun 2015 dengan timbangan formula koalisi partainya dan updaye data survey untuk menjaga asa dan harapan menang dalam konstruksi ukuran ukuran variabel trend politik elektoral secara minimalis sebagai berikut :
Pertama, pilkada Indramayu 2020 adalah kontestasi pilkada paling tidak ideal bagi partai Golkar, partai pemenang pemilu 2019 dengan jumlah kursi mayoritas mutlak di DPRD Indramayu bahkan dibanding posisi partai Golkar yang sengaja diabsenkan dalam pilkada 2015. Konflik partai Golkar kali ini jauh lebih dahsyat dampak tali temalinya ke akar rumput hingga nyaris konflik fisik antar pendukung dalam perebutan kantor DPD partai Golkar Indramayu dan kemungkinan saling gugat menggugat di proses pengadilan dengan tekanan psyikholgis yang sangat melelahkan.
Tak satu pun bisa menjamin siapa pemenang ending konflik partai Golkar di atas. Daniel Muttaqin Syafiudin (DMS) jika dalam intensi niat bulat maju dalam kontestasi pilkada 2020 harus siaga skoci politik baru. Dari pintu politik inilah Moh. Solihin dengan.bargaining gerbong kursi partainya bisa masuk dalam opsi berpasangan dengan DMS. Politik sekali lagi adalah ruang kemungkinan untuk maju dan bisa memenangkan kontestasi pilkada sebagai tali pengikat koalisi.dan paket pasangannya. Pola lentur ini berlaku tak terkecuali untuk paket DMS dan Moh Solihin.
Kedua, di luar kemungkinan opsi di atas pilihannya adalah koalisi dasar PKB dan PDIP,. dua partai dengan massa ideologis membumi sambil menarik secara ideal partai Gerindra dalam formasi koalisinya. Dalam format koalisi ini Moh solihin bisa berpaket dengan Nina Agustin kandidat paten dari PDIP atau membuka kemungkinan bagi kader NU dan PKB lainnya seperti H. Juhadi Muhamad dan H. Rasta Wiguna sejauh paling connected dengan kandidat PDIP di atas dan paling mungkin dukungan logistik dan daya tumpu jaringan politiknya.
Itulah sedikit rancang bangun pilihan opsi koalisi PKB pasca Dewa mundur dari pencalonan untuk menjaga asa, harapan dan bahkan marwah PKB dalam kontestasi pilkada 2020 saat partai Golkar, rejim penguasa politik di Indramayu dalam posisi sangat tidak ideal performa politiknya. Selain rancang bangun dua skenario di.atas berbasis data hasil tiga kali pilkada Indramayu dan hasil update survey setidaknya dalam perspektif penulis sulit membaca potensi peluang menangnya bagi PKB siapapun calonnya tentu dari sisi trend elektoral politik hari ini.
Di atas segalanya penulis apresiatif atas keberanian Moh Solihin mengambil jalan politik penuh resiko. Sebagaimana metafor George Orgell dalam bukunya “Farm Animal”(1984) ia ibarat singa jantan siap menerjang hutan belantara politik akan tetapi sayangnya kerumitan ranjau politik tidak cukup sekedar dengan keberanian ala singa melainkan lebih dari itu membutuhkan kecerdikan ala .kancil mampu menaklukkan buaya buaya buas untuk menyeberang sungai menapaki pulau harapan politiknya di seberang sana.
Mari kita tunggu kejutan kejutan berikutnya sebelum “janur kuning” politik melengkung di depan kanror KPUD (Indramayu)
Selamat berjuang dan taat aturan.
*)Penulis : Analis Politik Elektoral Indramayu
Terkait