Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang diwajibkan bagi sekolah – sekolah menengah ke atas di Kabupaten Indramayu pada tahun ajaran 2018/2019 ini ditargetkan 100 persen terselenggara di 305 SMP Negeri dan Swasta serta 227 SMA/SMK Negeri dan Swasta. Namun target tersebut diatas belum didukung oleh sarana prasarana yang memadai agar pelaksanaan UNBK dapat berjalan dengan baik. Keterbatasan perangkat komputer maupun laboratorium menjadi hal klasik yang akan dibebankan kepada masyarakat atau orang tua siswa.
Penelusuran fokuspantura.com di beberapa sekolah, setiap tahun selalu saja terjadi maraknya keluhan masyarakat atas dugaan pungutan mengatasnamakan Komite Sekolah dengan dasar kesepakatan rapat bersama orang tua siswa agar membantu pihak penyelenggara pendidikan guna menanggung biaya terselenggaranya Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) untuk pembelian komputer dan perangkat lainnya. Bahkan tak tanggung-tanggung masing masing-masing siswa dibebankan uang sebesar Rp300 ribu hingga Rp1,5 juta selaa menjadi siswa disekolah tersebut.
Beberapa pihak penyelenggara pendidikan yang pernah disambangi awak media menuturkan keputusan itu diambil mengingat anggaran dari Pemerintah Daerah melalui APBD belum maksimal untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana UNBK di seluruh sekolah di Indramayu.
“Siswa kami jumlahnya 860 bisa dibayangkan berapa komputer yang harus disiapkan dengan tiga shift,” ujar Kepala SMPN 1 Patrol H.Bakhrudin saat ditemui di ruangannya belum lama ini.
Untuk memenuhi kebutuhan perangkat dan pendukung UNBK, pihaknya tidak dapat berusaha sendiri dengan tidak adanya kucuran anggaran dari APBD bahkan mengandalkan anggaran BOS yang terus mengalami keterlambatan tak bisa seluruhnya terpenuhi. Maka atas kebijakan dengan Komite Sekolah, pihaknya melakukan pembahasan untuk menanggulangi masalah tersebut dengan keputusan tiga tingkatan kelas 7 sebesar Rp300 ribu, Kelas 8 Rp400 ribu dan kelas 9 Rp500 ribu.
“Semua dokumentasi, notulen rapat, penunjukan pengadaan barang terarsipkan, bahkan kami sudah diperiksa oleh inspektorat daerah,” tandasnya.
Hal yang sama, terjadi di SMPN 1 Sindang, beberapa orang tua siswa mengeluhkan adanya pungutan sebesar Rp1,5 juta per siswa untuk pembelian komouter. Meskipun setelah dikonfirmasi pihak sekolah sempat meluruskan adanya dugaan pungutan bagi 1030 siswa di SMPN 1 Sindang.
Kepala SMPN 1 Sindang, Nurismo mengatakan kewajiban yang akan dibebankan kepada masyarakat melalui komite sekolah sebesar Rp1 juta selama tiga tahun, namun ketentuan itu tidak seluruhnya diwajibkan bagi seluruh siswa, pasalnya ada beberapa siswa yang mengaku keberatan pihak sekolah mengakomodir untuk tidak dipaksakan.
“Toh sampai saat ini paling baru sekitar 40 siswa yang bayar dengan bervariatif,” sangkalnya ketika dikonfirmasi di ruangannya baru – baru ini.
Ia berharap, pemerintah dengan pelaksanaan UN berbasis komputer sebagai upaya agar anak sudah terbiasa online dan menerapkan kejujuran, sehingga hasil yang diharapkan sesuai kompetensi yg dimiliki.
“Kita coba sesuai potensi yang ada sehingga Indramayu hasilnya dapat dijadikan pemetaan pada sekolah – sekolah sebagai tokan ukur prestasi anak sekaligus bahan evaluasi tahun depan,”tuturnya.
Kondisi tersebut diatas, adalah sebuah contoh kesiapan pihak sekolah dalam mensukseskan target pelaksanaan UNBK setiap tahun yang terus menjadi beban masyarakat bukan perhatian pemerintah lewat kebijakan APBD yang hingga saat ini mencapai Rp3,3 triliun. Pertanyaan sederhana seberapa besar perhatian APBD untuk pendidikan di Kabupaten Indramayu ?, Apakah sudah sesuai ketentuan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang harus mengalokasikan minimal 20 persen APBD setiap tahun untuk sektor pendidikan ?
Fakta hari ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu setiap tahun mendapatkan gelontoran alokasi APBD tahun 2019 pada kisan Rp950 miliar dengan penggunaan belanja langsung sekitar Rp700 miliar dan belanja tidak langsung terdiri dari bantuan DAK sekitar Rp200 miliar, Banprof sekitar Rp26 miliar dan belanja rutin Disdik Indramayu sekitar Rp24 miliar.
“Pagu anggaran Rp700 miliar untuk gaji pegawai, sertifikasi dan lainnya, sementara belanja yang rutin diterima setiap tahun hanya Rp11 miliar hingga Rp24 miliar, itupun belum dipotong Rp13,8 miliar tahun 2019 ini untuk tunjangan guru honorer,” ungkap Kasubag Perencanaan dan Evaluasi Disdik Indramayu, H. Syatorih.
Bupati Indramayu, H.Supendi menegaskan tidak ada toleransi bagi pihak sekolah untuk melakukan pungutan dalam bentuk apapun, karena urusan pendidikan menjadi tanggung jawab daerah atau APBD.
“Untuk sementara ini pungutan masyarakat sudah tidak ada, karena urusan wajib pelayanan dasar pendidikan APBD sudah menyiapkan anggaran, usulkan kepada kita berapa kebutuhanya,”ungkap Supendi usai menghadiri acara Musrenbang, Senin(11/3/2019).
Ia tidak menghendaki adanya pungutan masyarakat, bahkan ia meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu untuk mengusulkan kebutuhan anggaran setiap tahun. Karena jika APBD tidak dapat menopang kebutuhan pendidikan bisa sharing dengan APBD Propinsi Jawa Barat sektor pendidikan.
“Berapa kebutuhannya aspirasi kita tampung,”tandasnya.